EmitenNews.Com - PT Surya Esa Perkasa Tbk (“ESSA”), emiten yang bergerak di sektor Energi dan Kimia melalui Kilang LPG (liquefied petroleum gas) dan produksi Amonia, melihat peningkatan permintaan Amonia akibat keterbatasan pasokan. ESSA juga melihat potensi kenaikan yang signifikan untuk mengembangkan Amonia Biru pada fasilitas produksi Amonia ESSA sebagai alternatif energi rendah-karbon untuk masa depan. 

 

Amonia banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan pupuk, plastik, dan bahan kimia di seluruh dunia. Namun demikian, perkiraan permintaan Amonia saat ini belum mempertimbangkan peran Amonia sebagai bahan bakar masa depan karena kandungan hidrogennya yang tinggi, nol emisi CO2 pada saat pembakaran, serta pengiriman logistik yang dapat diandalkan. Presiden Direktur & Chief Executive Officer ESSA, Vinod Laroya mengungkapkan, “Meskipun harga Amonia mengalami penurunan secara signifikan akibat dampak Covid-19 yang mengakibatkan pelambatan di tahun 2020, namun menurut kami pasar Amonia relatif mampu bertahan terhadap pandemi. 

 

Hal ini ditunjukkan dengan adanya kenaikan kembali harga Amonia secara tajam sejak Januari 2021 yang didorong oleh masalah hambatan pasokan serta karena memasuki masa awal pemulihan permintaan.” Anak usaha ESSA yaitu PT Panca Amara Utama (“PAU”), yang terletak di Luwuk, Banggai, Sulawesi Tengah ini merupakan pabrik Amonia pertama di dunia yang menggunakan teknologi terbaru dan paling efisien pemakaian bahan bakarnya bernama KBR Reforming Exchanger System (KRES) dan Purifier Technology. Perseroan berupaya memanfaatkan basis operasionalnya yang kokoh untuk membangun generasi produk berikutnya, khususnya Amonia Biru. “Pada 18 Maret 2021 lalu, ESSA melalui PAU telah menandatangani MoU tentang Pengumpulan, Pemanfaatan dan Penyimpanan Karbon (Carbon Capture, Utilization & Storage /CCUS) bersama dengan Japan Oil, Gas and Metals National Corporation (“JOGMEC”), Mitsubishi Corporation (“MC”), dan Institut Teknologi Bandung (“ITB”) untuk mengembangkan produksi Amonia rendah karbon atau dikenal sebagai Amonia Biru di Indonesia. Hal ini menegaskan komitmen kami dalam menciptakan masa depan berkelanjutan sambil memperluas jangkauan pasar Amonia saat ini,” lanjutnya.

 

Sementara itu, dari sisi kinerja keuangan, berdasarkan Laporan Keuangan Konsolidasi audit per 31 Desember 2020, ESSA berhasil membukukan pendapatan sebesar USD 175,5 juta pada tahun 2020, turun sebesar 21 persen dibandingkan pada tahun 2019 sebesar USD 221,9 juta. ESSA mencatatkan rugi bersih pada tahun 2020 sebesar USD 33,6 juta. Kendati terjadi pelemahan harga serta penurunan produksi Amonia di tahun 2020 akibat Covid19 dan masalah terkait lainnya, ESSA berhasil mempertahankan kinerja operasionalnya pada tahun 2020 di tengah kondisi global yang kurang kondusif dengan mencatatkan produksi LPG sebesar 61.448 MT (-17,9 persen dari 74.871 MT di 2019), produksi Kondensat sebesar 139.961 barel (-15,1 persen dari 164.948 barel di 2019), dan produksi Amonia sebesar 659.734 MT (-13,9 persen dari 766.988 MT di 2019). 

 

Semua ini dijalankan sambil tetap mempekerjakan semua pekerjanya serta menyediakan perawatan kesehatan dan standar keselamatan dengan kualitas terbaik. “Ke depan, ESSA akan terus meningkatkan kinerjanya seiring dengan pemulihan harga dan permintaan di pasar global. Dengan rekam jejak produksi yang kuat, budaya karyawan dan tim manajemen yang telah mampu melalui tahun 2020 yang sulit, kami siap untuk terus menciptakan pertumbuhan di masa mendatang,” tutup Vinod.( Eko Hilman)