EmitenNews.com - Bank Dunia memperingatkan ancaman resesi global tumbuh karena bank sentral di dunia fokus untuk menurunkan tingkat inflasi yang terus melonjak.Terkait dengan itu pemerintah diminta untuk membantu meningkatkan pasokan guna mengurangi kendala di balik kenaikan harga.


Mengutip The Business Times, Senin, 19 September 2022, inflasi di seluruh dunia telah meningkat pada laju tercepat yang terlihat dalam beberapa dekade. Hal itu karena kendala pasokan di tengah permintaan yang tinggi ketika negara-negara keluar dari pandemi.


Kondisi kian diperburuk pada tahun ini akibat invasi Rusia ke Ukraina dan penguncian covid di Tiongkok. Sedangkan bank-bank sentral utama telah merespons dengan kuat melalui menaikkan biaya pinjaman untuk mendinginkan permintaan dan meredam inflasi yang membara.


Namun dalam sebuah makalah baru, para ekonom Bank Dunia memperingatkan, tindakan tersebut mungkin tidak cukup untuk mengendalikan harga tinggi, yang mengarah pada kebutuhan untuk lebih banyak kenaikan suku bunga. Pada gilirannya akan mengerem pertumbuhan.


"Banyak negara tidak akan dapat menghindari resesi, tetapi perlambatan di seluruh dunia dan pengetatan kebijakan moneter dapat menimbulkan tekanan keuangan yang signifikan dan memicu resesi global pada 2023," kata makalah tersebut.


Dalam skenario itu, pertumbuhan PDB global akan melambat menjadi 0,5 persen pada 2023 .kontraksi 0,4 persen dalam pertumbuhan per kapita, memenuhi definisi teknis dari resesi global. "Pertumbuhan global melambat tajam, dengan kemungkinan perlambatan lebih lanjut karena lebih banyak negara jatuh ke dalam resesi," kata Presiden Bank Dunia David Malpass.


"Kekhawatiran mendalam saya adalah bahwa tren ini akan bertahan, dengan konsekuensi jangka panjang yang menghancurkan orang-orang di pasar negara berkembang dan ekonomi berkembang," tambahnya.


Dia mendesak pembuat kebijakan untuk mengalihkan fokus mereka dari mengurangi konsumsi ke meningkatkan produksi. Sedangkan Bank Dunia pada awal Juni memangkas perkiraannya untuk pertumbuhan global menjadi 2,9 persen, lebih dari satu poin penuh lebih rendah dari perkiraan pada Januari.(fj)