Berapa Value Saham GOTO Sebenarnya? Yuk Intip Analisis Fundamentalnya!
Saham GOTO. Source: IDX Channel
EmitenNews.com - Analisis fundamental terhadap saham GOTO per Kuartal III 2025 menuntut pendekatan valuasi yang melampaui metrik mainstream seperti PER (Price Earning Ratio) dan PBV (Price Book Value). Mengingat perusahaan masih merugi di level laba bersih dan memiliki struktur aset yang didominasi aset tidak berwujud, fokus analisis beralih kepada nilai perusahaan secara keseluruhan, diukur melalui Enterprise Value (EV).
EV, yang telah dihitung sebesar Rp 64,00 Triliun adalah nilai riil yang harus dibayar jika perusahaan diakuisisi, sekaligus mencerminkan posisi Kas Netto GOTO yang kuat. EV ini yang menjadi pembilang utama untuk menguji efisiensi pendapatan dan profitabilitas operasional.
Apakah EV/Revenue GOTO Realistis?
Metrik pertama yang krusial adalah EV/Revenue TTM, yang menunjukkan valuasi GOTO relatif terhadap pendapatan tahunannya. Dengan total Revenue TTM sebesar Rp 17,55 Triliun (dihitung menggunakan metodologi Trailing Twelve Months), rasio EV/Revenue GOTO berada di angka 3,65 kali. Kelipatan ini mengindikasikan bahwa pasar saat ini menilai GOTO 3,65 kali lipat dari pendapatan tahunannya.
Angka 3,65x menempatkan valuasi GOTO pada titik yang moderat. Ini mengisyaratkan bahwa pasar telah menghilangkan sebagian besar premium euforia teknologi masa lalu dan mulai menghargai perusahaan berdasarkan pendapatan aktual yang dihasilkan. Namun, validitas rasio ini sangat bergantung pada kemampuan GOTO mempertahankan Gross Margin yang kuat. Bagi investor, mempertahankan Gross Margin yang tinggi membuktikan bahwa setiap Rupiah pendapatan yang dihasilkan GOTO adalah high-quality revenue dan efisien secara biaya pokok, yang esensial untuk membenarkan kelipatan 3,65x ini.
Mengapa Pasar Membayar Mahal Adjusted EBITDA GOTO
Tantangan dan peluang terbesar GOTO terekam dalam rasio EV/Adjusted EBITDA TTM, yang mengukur nilai perusahaan terhadap laba operasional intinya. Setelah menghitung Adjusted EBITDA TTM sebesar Rp 1.794 Miliar—sebuah pencapaian profitabilitas operasional setelah mengeliminasi biaya non-kas dan non-inti—rasio yang dihasilkan mencapai 35,67 kali.
Kelipatan yang terbilang sangat tinggi ini adalah manifestasi konkret dari valuasi transformatif. Angka 35,67x bukanlah cerminan memadai dari kinerja operasional GOTO saat ini, melainkan sebuah premium signifikan yang dibayar pasar atas keyakinan bahwa Adj. EBITDA GOTO akan tumbuh secara eksplosif dan mencapai skala puluhan triliun dalam waktu dekat. Bagi investor fundamental, premi sebesar ini menuntut pemantauan ketat terhadap operating leverage dan pertumbuhan laba operasional dari kuartal ke kuartal. Jika laju pertumbuhan Adj. EBITDA melambat, kelipatan valuasi ini akan sulit dipertahankan dan memicu koreksi.
Risiko dan Peluang Pemicu DCF
Pilar terakhir dan paling krusial dalam analisis ini adalah Free Cash Flow (FCF) TTM. Hasil perhitungan FCF TTM sebesar negatif Rp 3,64 Triliun menjadi pengingat kritis. FCF negatif mengkonfirmasi bahwa, meskipun GOTO mencapai profitabilitas di level operasional (Adj. EBITDA positif), perusahaan secara keseluruhan masih membakar kas setelah memperhitungkan investasi modal (Capex TTM). Investasi ini, yang mencapai Rp 1.799 Miliar TTM, diasumsikan sebagai Capex Produktif yang bertujuan untuk menciptakan pertumbuhan di masa depan.
FCF negatif ini adalah titik awal yang krusial untuk model Discounted Cash Flow (DCF). Nilai intrinsik GOTO sepenuhnya ditentukan oleh kecepatan transisi FCF dari negatif menjadi positif. Selama FCF tetap negatif, risiko kebutuhan modal dan potensi dilusi saham tetap ada, meskipun cash buffer saat ini besar. Oleh karena itu, bagi investor jangka panjang, fokus utama harus bergeser dari profitabilitas secara akuntansi menuju pencapaian Free Cash Flow (FCF) positif yang berkelanjutan, sebagai satu-satunya tolok ukur yang menciptakan kekayaan riil emiten ini.
DISCLAIMER: Analisis fundamental ini disusun menggunakan metodologi keuangan berstandar MBA, data primer bersumber dari Laporan Keuangan (IDX) dan bertujuan untuk edukasi. In-depth artikel ini bukan saran investasi, sehingga risiko kerugian merupakan tanggung jawab individu.
Related News
Proyeksi Pertumbuhan BBCA: Apakah Harga Saham Akan Terus Naik?
Tertarik Beli BBCA? Kenali Dulu Pilar Operasional dan Risikonya!
Saham BBCA Mahal Kah? Intip Analisis Fundamentalnya Yuk!
Mengapa ARA Beruntun 'Doyan Disuspensi Bursa' Ketimbang ARB?
Kunci Sukses Redenominasi Rupiah
IHSG ATH di Tengah Ketidakpastian Global: Anomali atau Momentum?





