EmitenNews.com - Bank Indonesia (BI) memperkuat implementasi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) yang berbasis kinerja dan berorientasi ke depan untuk mempercepat penurunan suku bunga kredit/pembiayaan perbankan. Langkah yang ditempuh dalam rangka optimalisasi intermediasi dengan tetap menjaga prinsip kehati-hatian ini berlaku efektif pada 16 Desember 2025.

BI memutuskan mempertahankan besaran insentif KLM paling tinggi sebesar 5,5% dari DPK, tapi menyesuaikan besaran insentif KLM yang berasal dari penyaluran kredit/pembiayaan kepada sektor tertentu yang ditetapkan Bank Indonesia (lending channel) dari semula paling tinggi sebesar 5% menjadi paling tinggi sebesar 4,5%.

BI juga menyesuaikan besaran insentif yang berasal dari penetapan suku bunga kredit/persentase imbalan pembiayaan yang sejalan dengan arah suku bunga kebijakan Bank Indonesia (interest rate channel) dari semula paling tinggi sebesar 0,5% menjadi paling tinggi sebesar 1,0%.

Hal tersebut terungkap dalam siaran pers BI yang dirilis Rabu (17/12).

Arah bauran kebijakan BI untuk tetap mempertahankan stabilitas dan turut mendorong pertumbuhan ekonomi juga dilakukan dengan penguatan publikasi asesmen transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dengan pendalaman pada suku bunga kredit berdasarkan sektor prioritas yang menjadi cakupan KLM. Termasuk respons perubahan SBDK terhadap perubahan suku bunga kebijakan Bank Indonesia.

Upaya lainnya adalah memperpanjang kebijakan Kartu Kredit (KK) dan kebijakan tarif Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) sampai dengan 30 Juni 2026.

Kebijakan ini meliputi, pertama, kebijakan batas minimum pembayaran oleh pemegang KK 5% dari total tagihan dan kebijakan nilai denda keterlambatan sebesar maksimum 1% dari total tagihan serta tidak melebihi Rp100.000. Dan kedua, tarif SKNBI sebesar Rp1 dari Bank Indonesia ke bank dan tarif SKNBI maksimum Rp2.900 dari bank ke nasabah.(*)