EmitenNews.com - Ini biang kerok meningkatnya defisit perdagangan alat kesehatan Indonesia. Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan mencatat, defisit naik hampir 4 kali lipat. Yakni dari USD161 juta pada 2013 menjadi USD531 juta pada 2020. Penyebabnya, impor alat kesehatan terus meningkat sejak 2015. Selama dua tahun terakhir impor tumbuh dua digit >10 persen secara year on year (yoy) dan mencapai USD703 juta pada 2020.


Dalam keterangannya pada acara Health Business Gathering 2021 di Bali, seperti dikutip Sabtu (4/12/2021), Menko LBP menyebutkan, Indonesia mengandalkan produk impor sebagian besar untuk alat kesehatan kompleks, sedangkan produk ekspor sangat terbatas. Pertumbuhan ekspor sekitar 3-5 persen secara yoy dalam 3 tahun terakhir dan hanya mencapai USD171 juta pada tahun 2020.


“Kita punya segalanya di negara ini. Tapi, hampir seluruh impor alat kesehatan Indonesia terus meningkat. Urutan tertinggi adalah Electrodiagnosis Devices (USD87 juta), Ultrasonic Scanning Devices (USD70 juta), dan Needles, catheters, cannula & more (USD43 juta)," ujar Luhut Binsar Pandjaitan.


Tren kesehatan global akan memacu pertumbuhan industri perawatan kesehatan. Sebab, ada perubahan permintaan konsumen, pertumbuhan kelas menengah, penemuan terapi baru, konsentrasi penyakit & peningkatan pandemi, fokus pada pengendalian biaya, inovasi digital & telemedis.


"Industri kesehatan di Indonesia memiliki potensi besar yakni naiknya pendapatan rumah tangga kelas menengah, dan kampanye perawatan kesehatan universal," ujarnya.


Agar tidak terus-terusan tergantung pada produk impor, Menko Luhut mengatakan pemerintah membuka peluang untuk investasi di bidang kesehatan. Dengan dukungan investasi untuk pengembangan industri kesehatan, mantan Kepala Staf Kepresidenan ini yakin bahwa ragam ekspor akan meningkat dan mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah.


"Belajar dari pengalaman penanganan Pandemi Covid-19, Indonesia perlu mengurangi ketergantungan pada impor sehingga Industri kesehatan adalah salah satu area prioritas untuk Investasi," katanya.


Luhut mencontohkan pengembangan industri hilir yang awalnya berasal dari ekspor bahan mentah. Yakni pengembangan baterai lithium (menggunakan mineral seperti nikel dan kobalt, dua komponen utama baterai EV). Ia memastikan hal itu sangat penting. “Kalau salah langkah, kita akan merusak generasi selanjutnya. Saya tidak mau membuat kesalahan mengenai ini."


Pada acara yang diisi dengan pemaparan Menko Luhut itu, juga dilaksanakan penandatanganan tiga Letter of Intent (LOI) antara Deputi Koordinasi Bidang Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto dengan tiga Perusahaan alat kesehatan. Kerja sama ini akan bernilai sekitar Rp 110 Miliar.


Dengan PT. Tawada Healthcare dalam kerja sama di bidang pengadaan dan pemanfaatan lahan untuk sarana produksi alat kesehatan dalam negeri; PT. Siemens Healthineers tentang kerja sama di bidang pendidikan dan alih teknologi alat Kesehatan; serta PT Binabakti Niagaperkasa tentang kerja sama di bidang alih teknologi alat kesehatan.


Penandatanganan LOI ini adalah tindak lanjut dari kegiatan klarifikasi dan konfirmasi investasi alat kesehatan di Indonesia pada tanggal 22-23 November 2021 dalam rangka mewujudkan kemandirian alat kesehatan di Indonesia.


Ketiga perusahaan yang menjalin kerja sama itu, telah menjalankan produksi alat kesehatan di Indonesia. Selain perusahaan-perusahaan tersebut, diharapkan masih ada sekitar 30-an perusahaan lagi yang segera menyusul untuk berinvestasi dan melaksanakan produksi alat kesehatannya di Indonesia. ***