EmitenNews.com - Kasus penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden disepakati dapat diselesaikan melalui mekanisme restorative justice (RJ), atau penyelesaian perkara di luar pengadilan. Kesepakatan DPR, dan pemerintah tersebut, dimuat dalam Draft Revisi Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang sedang dibahas DPR bersama pihak pemerintah. 

Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengatakan, usulan tersebut sekaligus mengakomodasi masukan dari berbagai kalangan masyarakat, termasuk organisasi masyarakat sipil. Sebab, banyak pihak menilai bahwa penghinaan terhadap Presiden atau Wapres acap kali muncul dari ekspresi yang sebenarnya ditujukan sebagai kritik. 

“Kadang-kadang orang bermaksud mengkritik, menyampaikan kritikan, tetapi dianggap menghina. Di situlah letak pentingnya restorative justice,” kata Habiburokhman, dalam rapat Panitia Kerja (Panja) RUU KUHAP bersama pemerintah di Gedung Parlemen Senayan Jakarta, Rabu (9/7/2025). 

Mekanisme RJ dinilai penting dikedepankan untuk membuka ruang komunikasi antara pengkritik dan pemerintah. Dengan begitu ada klarifikasi sebelum perkara dibawa ke pengadilan. 

Untuk itu, DPR RI mengusulkan agar Pasal 77 huruf a RUU KUHAP menghapus pengecualian perkara penghinaan martabat Presiden atau Wapres untuk diselesaikan dengan mekanisme RJ. 

Dengan begitu, urai Habiburokhman, perkara penghinaan Presiden dan Wapres tetap dapat menempuh penyelesaian secara damai. “Karena itu bagian dari kesiapan kita menerima kritikan, harus ada mekanisme penyelesaian di luar pengadilan, RJ, terhadap perkara yang disebut ini.”

Komisi III DPR bersama pemerintah telah memulai pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang memuat 334 pasal. Habiburokhman memastikan, pembahasan RUU KUHAP dilakukan dengan transparan, di mana masyarakat dapat memantaunya lewat siaran langsung. 

"Yang jelas pembahasan RUU ini kita lakukan di sini semua. Enggak ada cerita rapat di hotel atau di tempat lain. Supaya bisa diikuti oleh masyarakat karena perangkat live streaming-nya lebih maksimal di sini. Dan kawan-kawan wartawan juga punya akses lebih luas," ujar Habiburokhman dalam rapat dengan pemerintah, Selasa (8/7/2025). 

Sementara itu, Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej menyatakan, pemerintah sepakat dengan usulan revisi pasal tersebut. Dia menegaskan bahwa delik penghinaan merupakan klacht delict atau delik aduan absolut, sehingga secara hukum dimungkinkan untuk diselesaikan lewat RJ. 

“Setuju, Pak. Karena memang pada dasarnya, yang namanya defamation itu adalah klacht delict. Karena dia delik aduan absolut, kalau memang mau di-restorative, tidak apa-apa,” kata Edward.

Dengan kesepakatan ini, Pasal 77 RUU KUHAP akan direvisi agar tidak lagi mengecualikan perkara penghinaan Presiden dan Wapres dari mekanisme RJ. ***