EmitenNews.com - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus memantau perkembangan harga minyak dunia. Hasilnya, hingga akhir Maret 2022 harga minyak dunia masih tinggi diatas USD100 per barel.


Demikian halnya dengan harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP). Perkembangan sementara ICP bulan Maret 2022 per tanggal 24 tercatat sebesar USD114,55 per barel.


"Harga ICP sementara bulan Maret 2022 per tanggal 24 sebesar USD114,55 per barel. Padahal per tanggal 1 Maret masih sebesar USD110,14 per barel. Bahkan ICP rata-rata bulan Februari sebesar USD95,7 per barel. Jadi masih tinggi trennya," ungkap Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerjasama, Kementerian EDSM, Agung Pribadi di Yogyakarta, Jumat (25/3).


Agung mengakui sejak akhir tahun 2021 ICP memang merangkak naik. Dan makin meningkat sejak akhir Februari saat konflik Ukraina dan Rusia. Konflik Ukraina dan Rusia masih menjadi faktor yang mendorong kenaikan harga.


Dijelaskan, pasokan minyak mentah dari Rusia dan Kazakhstan terganggu akibat kerusakan pipa Caspian Pipeline Consortium yang berdampak pada berkurangnya pasokan ke Uni Eropa.


Tingginya harga minyak dunia sangat berpengaruh terhadap harga BBM. Sebagai informasi bahwa batas atas harga jual jenis BBM umum RON 92 untuk bulan Maret 2022 sebesar Rp14.526 per liter.


Harga tersebut merupakan cerminan dari harga keekonomian BBM RON 92 berdasarkan formula harga dasar dalam perhitungan harga jual eceran jenis BBM Umum. Adapun dalam menghitung harga keekonomian atau batas atas bulan Maret tersebut, mempertimbangkan realisasi perkembangan harga bulan sebelumnya, yaitu Februari. Padahal bulan Februari 2022, harga minyak belum setinggi bulan Maret 2022.


Dengan mempertimbangkan harga minyak bulan Maret yang jauh lebih tinggi dibanding Februari, maka menurut Agung harga keekonomian atau batas atas BBM umum RON 92 bulan April 2022 akan lebih tinggi lagi dari Rp. 14.526 per liter, bisa jadi sekitar Rp. 16.000 per liter.


"Jadi sebagaimana disampaikan Bapak Menteri ESDM, saat ini kita masih mencermati harga minyak ini. Karena kalau berkepanjangan memang bebannya berat juga baik ke APBN, Pertamina dan sektor lainnya," ungkapnya.(fj)