Hippindo Ikut Bicara Penerapan PPN 12 Persen, Waktunya Tidak Tepat
                                    Pengusaha UMKM. Dok. Detik.
EmitenNews.com - Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) ikut bicara menanggapi penerapan PPN 12 persen. Ketua Dewan Penasihat Hippindo, Tutum Rahanta mengatakan kebutuhan pokok bisa terkena dampak kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN). Khususnya barang kebutuhan yang dijual di pengecer atau retail. PPN 12 akan diterapkan mulai Januari 2025.
“Bahan pokok yang tidak terdampak jika dijual pada tingkatan curah seperti misalnya dari petani. Tetapi kalau di-repack, di-packaging, sudah dijual dengan bentuk lain, itu tetap kena,” kata Tutum Rahanta kepada pers, Senin (25/11/2024).
PPN akan naik dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Pajak ini dibebankan kepada konsumen, sehingga penerapannya akan menyebabkan sejumlah harga barang dan jasa ikut naik.
Dalam pasal 4a UU nomor 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, terdapat barang dan jasa yang dikecualikan dari pungutan PPN. Termasuk di antaranya kebutuhan pokok seperti beras, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan dan sayur-sayuran.
Namun barang-barang kebutuhan yang dijual di retail atau supermarket, banyak pula yang dijual dalam bentuk kemasan, bukan curah. Sehingga barang pokok, khususnya yang telah diolah akan terdampak kenaikan harga.
Imbasnya daya beli yang saat ini sedang lemah, bisa terus merosot. Karena itu, menurut Kukum Rahanta, saat ini bukan waktu yang tepat untuk menaikkan PPN. Situasinya, kata dia, tidak tepat. “Bahwa mana (barang) yang kena dampak, mana tidak kena Itu masalah persepsi cara kita melihat.” ***
Related News
                            Surplus Neraca Perdagangan Topang Ketahanan Eksternal Ekonomi
                            Jurus Purbaya Tempatkan Rp200T di Himbara Ampuh Pacu Likuiditas
                            Harga Emas Antam Naik Rp8.000 per Gram
                            Beruntun 65 Bulan, BPS Catat Surplus Neraca Perdagangan Indonesia
                            OJK Pastikan Patriot Bond Bisa Jadi Agunan Kredit, Cek Persyaratannya
                            Permintaan Domestik Terus Menguat, PMI Manufaktur Oktober Naik ke 51,2
                    
                
                
            
                                
                
                    
                    
                    
                    
                    
                    
                    
            
            




