EmitenNews.com - Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan bahwa banjir rob atau air pasang yang melanda beberapa daerah Pantai Utara Jawa (Pantura) sejak Senin (23/5) disebabkan kombinasi antara perubahan iklim dan penurunan muka tanah.


"Di beberapa wilayah jika tidak terjadi penurunan muka tanah tetap bisa terjadi banjir, namun efeknya kemungkinan tidak sebesar dengan adanya penurunan muka tanah," jelas Kepala Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan Rita Susilawati, pada Konferensi Pers, Selasa (31/5).


Dari hasil penelitian Badan Geologi penurunan muka tanah di Jawa Tengah lebih disebabkan karena karakteristik tanah atau batuannya, karena memang terjadi konsolidasi alamiah. Untuk melakukan mitigasi bencana banjir rob mereka memberikan rekomendasi, antara lain dengan membuat peta sebaran tanah lunak dan mengidentifikasi kedalaman tanah lunak.


"Secara regional kita sudah mengetahui (peta sebaran tanah lunak). Tetapi secara lebih detail pemetaan itu terus kami lakukan. Kemudian juga dilakukan penyelidikan geologi teknik untuk mengetahui kepentingan pembangunan di atas tanah lunak dan melakukan pemetaan seismik, dari hasil pemetaan itu kita bisa mengidentifikasi penyebaran tanah lunak dan sifat geologi teknik bawah permukaan," lanjut Rita.


Selain itu, dilakukan pula pengukuran/monitoring laju penurunan muka tanah, pengutamaan pemanfaatan sumber air permukaan, pengendalian pemakaian air tanah sesuai zonasi konservasi air tanah, dan pembuatan tanggul dengan mempertimbangkan laju penurunan muka tanah.


Hal yang terpenting adalah melakukan pengaturan tata ruang dan perencanaan pembangunan infrastruktur dengan mempertimbangkan kondisi teknik bawah permukaan daerah tanah lunak. "Tentu pengaturan dan pembangunan, serta rekayasa teknologi harus berdasarkan rekomendasi dari kondisi geologi," imbuhnya.


Senada, Sekretaris Badan Geologi yang juga merupakan Plt. Kepala Balai Besar Survei dan Pemetaan Geologi Kelautan, Ediar Usman, juga merekomendasikan agar upaya mitigasi bencana banjir rob dilakukan dengan lebih terintegrasi dengan memahami kondisi geologi dan oseanografi, serta dinamika pesisir.


"Persamaan persepsi dan koordinasi antara instansi terkait dan seluruh elemen masyarakat juga diperlukan untuk mencari solusi secara maksimal. Pola pikir dan pola hidup masyarakat setempat harus menerapkan pola hidup bersih di lingkungannya masing-masing dan dapat beradaptasi dengan lingkungan," tegasnya.


Selain itu juga dibutuhkan penyelesaian tata ruang kota di kawasan pantai yang tertata baik untuk wilayah pemukiman, industri, pelabuhan, wisata, nelayan dan perikanan.


Ediar lebih jauh mengungkapkan bahwa potensi banjir rob masih dapat berlangsung hingga bulan Juni. Maka dari itu masyarakat diimbau untuk berhati-hati, khususnya apabila berada di bibir pantai. Penataan lingkungan dan drainase juga dapat mengimbangi potensi air pasang dan genangan air pada musim hujan.


Masyarakat juga diimbau mengikuti arahan-arahan dari Pemerintah Paerah setempat terutama Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan pusat seperti BMKG, BNPB dan juga Badan Geologi yang dapat dilihat pada website dan media sosial Badan Geologi.(fj)