EmitenNews.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) Kamis (3/11) memeriksa empat orang saksi perkara korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada industri kelapa sawit periode Januari-April 2022.


Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana, menyebut keempat saksi yang diperiksa yakni, TAK selaku Direktur PT Belawan Buana Indonesia, PT Pelayaran Pandupasifik Karismaraya, dan PT Pelayaran Samudera Layar Sentosa, RK selaku Direktur Utama PT Belawan Buana Indonesia, PT Pelayaran Pandupasifik Karismaraya, dan PT Pelayaran Samudera Layar Sentosa, HT selaku Direktur Utama PT Penerbangan Angkasa Semesta, dan GS selaku Direktur Utama PT Musim Mas.


"Adapun keempat orang saksi diperiksa terkait penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada industri kelapa sawit dalam Januari 2022- April 2022 atas nama tersangka Korporasi Wilmar Grup, tersangka Korporasi Permata Hijau Grup, dan tersangka Korporasi Musim Mas Grup," kata Sumedana dalam keteranganya, Jumat (3/11/2023).


Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud.


Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan tiga korporasi sebagai tersangka yaitu, Wilmar Grup, Permata Hijau Grup dan Musim Mas Grup.


Dalam perkara korupsi tersebut, telah selesai disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) di tingkat kasasi.


Adapun lima orang terdakwa terkait tiga korporasi itu telah dijatuhi pidana penjara dalam rentang waktu 5 - 8 tahun.


Dalam putusan perkara itu, jelas Sumedana, terdapat satu hal yang sangat penting yaitu Majelis Hakim memandang perbuatan para terpidana adalah merupakan aksi korporasi.


Oleh karenanya, Majelis Hakim menyatakan bahwa yang memperoleh keuntungan ilegal adalah korporasi (tempat dimana para terpidana bekerja).


Maka dari itu, korporasi harus bertanggung jawab untuk memulihkan kerugian negara akibat perbuatan pidana yang dilakukannya.


Dalam rangka menegakkan keadilan, Kejaksaan Agung mengambil langkah penegakan hukum dengan melakukan penyidikan korporasi, guna menuntut pertanggungjawaban pidana serta untuk memulihkan keuangan negara.


Sebagaimana diketahui, Negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp6,47 triliun akibat perkara itu.


Selain itu, perbuatan para terpidana juga telah menimbulkan dampak siginifikan, yaitu terjadinya kemahalan serta kelangkaan minyak goreng sehingga terjadi penurunan masyarakat khususnya terhadap komoditi minyak goreng.


Akibatnya, dalam rangka mempertahankan daya beli masyarakat terhadap komoditi minyak goreng, Negara terpaksa menggelontorkan dana kepada masyarakat dalam bentuk bantuan langsung tunai sebesar Rp6,19 triliun.(*)