EmitenNews.com - Sebanyak 212 produsen beras dilaporkan kepada Polri, dan Kejaksaan. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman melaporkan secara hukum agar ditindak, karena mereka dinilai nakal, dan bermasalah dalam perdagangan komoditas tersebut. Mentan memastikan negara tidak boleh kalah sama mafia pangan.

Dalam investigasi Kementan, bersama pemangku kepentingan terkait lainnya, ditemukan sebanyak 212 dari total 268 merek beras di pasaran yang bermasalah. Ratusan mereka itu, beredar tidak sesuai ketentuan mutu, berat dan harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.

"Temuan ini telah dilaporkan secara resmi ke Kapolri dan Jaksa Agung untuk ditindaklanjuti. Kami sudah telepon Pak Kapolri dan Jaksa Agung. Kami sudah serahkan seluruh data dan temuan lengkap. Negara tidak boleh kalah dengan mafia pangan," kata Mentan Andi Amran Sulaiman, di Jakarta, Jumat (27/6/2025).

Pemerintah sepakat memberikan waktu dua minggu bagi pelaku usaha pangan untuk melakukan perbaikan dan menghentikan semua bentuk penyimpangan.

"Kami tidak ingin rakyat terus dirugikan. Mulai hari ini, tidak boleh lagi ada beras di atas HET, mutu tidak sesuai, atau berat dikurangi. Kalau tidak patuh, bersiaplah berhadapan dengan hukum,” ujar Amran.

Di luar itu, Menteri Amran juga mengajak seluruh pelaku industri beras untuk berbenah dan menjunjung tinggi etika usaha.

"Mari kita koreksi bersama. Negara ini harus dijaga, pangan adalah soal hajat hidup orang banyak. Kalau terus dibiarkan, dampaknya sangat luas, dari daya beli rakyat hingga stabilitas ekonomi nasional,” tutupnya.

Sementara itu, Sesjam Pidana Khusus Kejaksaan Agung Andi Herman menyatakan bahwa temuan itu merupakan peristiwa faktual yang melanggar berbagai regulasi, baik dari sisi mutu, harga, maupun distribusi pangan.

“Dari sisi hukum, ini praktik markup dan pelanggaran integritas mutu dan berat produk. Karena beras ini bagian dari komoditas subsidi negara, maka kerugian menjadi ganda, bagi negara dan rakyat. Kami mendukung penegakan hukum yang tegas sebagai bentuk efek jera dan perbaikan tata kelola,” kata Andi.

Senada, Ketua Satgas Pangan Mabes Polri Brigjen Helfi Assegaf menegaskan bahwa praktik pengemasan dan pelabelan yang menyesatkan merupakan pelanggaran serius terhadap UU Perlindungan Konsumen.

"Jika dalam dua minggu sejak hari ini, hingga 10 Juli 2025, masih ditemukan pelanggaran, kami akan melakukan tindakan hukum dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara dan denda hingga Rp2 miliar,” tegas Helfi.

Temuan tersebut sesuai hasil kerja lapangan yang dilakukan bersama Satgas Pangan, Kejaksaan, Badan Pangan Nasional dan unsur pengawasan lainnya.

Dari 13 laboratorium di 10 provinsi, pihaknya menemukan 85,56 persen beras premium tidak sesuai mutu, 59,78 persen dijual di atas HET, dan 21 persen beratnya tidak sesuai.

Dari situ, Mentan menegaskan, jelas sangat merugikan masyarakat. Ia menyebutkan potensi kerugian konsumen akibat praktik curang ini bisa mencapai Rp99 triliun.

Mentan menjelaskan, anomali harga beras menjadi perhatian serius karena terjadi saat produksi nasional justru meningkat. FAO memperkirakan produksi beras Indonesia mencapai 35,6 juta ton pada 2025/2026, di atas target nasional 32 juta ton.

"Kalau dulu harga naik karena stok sedikit, sekarang tidak ada alasan itu. Produksi tinggi, stok melimpah, tapi kok harga beras tetap tinggi. Ini indikasi adanya penyimpangan,” jelasnya.

Beras SPHP yang seharusnya dijual sesuai ketentuan, ditemukan dikemas ulang dan dijual sebagai beras premium dengan harga lebih mahal. ***