Oleh karena itu menurutnya tak heran jika foreign net buy seminggu terakhir bertambah Rp1,5 triliun. Adapun periode Januari-awal September 2022, dana saing masuk sudah mencapai Rp66,75 triliun. Faktor-faktor itu pun mendorong kenaikan Index Harga Saham Gabungan (IHSG) sekitar 7,32% secara ytd.

 

LQ45 pun naik 7,8% secara ytd. Di sisi lain Hendry membandingkannya dengan pasar modal di AS di mana S&P 500 terkoreksi 18,19% Dow Jones terkoreksi 14,4% dan Nasdaq terkoreksi 26,54%. Hal itu pun diperkuat Purchasing Manager Index yang mencapai 51,7 pada Agustus 2022. Berarti manufaktur dalam negeri masih ekspansif untuk mendukung pemulihan ekonomi Indonesia. Tingkat konsumsi pun naik seperti penjualan mobil secara wholesales yang melonjak 60% pada Juni.

 

Dia pun menyebut saat ini 30% market cap IHSG ditopang sektor banking atau financial. Loan growth industri perbankan pun tumbuh pesat 10,71%. Menurutnya, seandainya inflasi naik 5%-7% tahun ini dan pertumbuhan ekonomi mencapai 5%, berarti nominal GDP Indonesia tumbuh di kisaran 10%-12%.

 

Jika nominal GDP tumbuh 10%-12% maka kredit perbankan kemungkinan tumbuh 10%-12% pula. Hal itu akan mendongkrak laba industri perbankan, yang tentunya bagus bagi IHSG karena memang tertopang sektor tersebut.

 

“Itu banyak katalis yang kita perhatikan kondisi makro hari ini lebih bagus. Ini membuat kita yakin ekonomi Indonesia dalam track recovery yang bagus. Opportunity bisa kita lihat dari kondisi makro di mana inflasi tidak setinggi yang dikhawatirkan dan resesi juga tidak dalam,” lanjutnya menekankan.

 

Dalam kesempatan yang sama, Head of Equity Berdikari Manajemen Investasi Agung Ramadoni mengamini indikator-indikator penguatan makro ekonomi yang dipaparkan Hendry. “Jadi dari sini saya memperkirakan GDP kita bahkan mungkin bisa masih cukup stabil di atas 5%,” ujarnya.

 

Oleh karena itu Agung pun memperkirakan pasar modal akan terus menguat. Hal itu berdasar pada beberapa faktor, yaitu fund manager berada dalam posisi memiliki dana tunai yang besar. Kemudian pasar ekuitas tidak bereaksi negatif terhadap kontraksi GDP AS dalam dua bulan berturut-turut.

 

Dana tunai di pasar domestik pun dalam posisi tetap tinggi. Lalu pasar modal Indonesia memiliki prospek yang lebih baik karena komoditas stabil pada level yang cukup baik. Serta aliran masuk dan asing yang kuat mengharapkan bank sentral melakukan penaikkan suku bunga.