EmitenNews.com - Tidak ada jadwal mundur untuk proyek-proyek hilirisasi, termasuk untuk batu bara. Tujuannya, menekan importasi bahan baku mentah, sehingga bisa membuka lapangan pekerjaan lebih banyak lagi. Untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah memerintahkan para menteri terkait, agar betul-betul menjaga sampai proyek hilirasi berjalan baik.


"Sebelumnya, saya kumpulkan semua yang berkaitan dengan ini untuk memastikan bahwa ini selesai sesuai yang disampaikan oleh Air Products. Menteri Investasi juga mengatakan waktunya 30 bulan. Jangan ada mundur mundur lagi. Kita harapkan nanti setelah di sini selesai, dimulai lagi di tempat lain," kata Presiden Jokowi di Muara Enim, Sumatera Selatan, Senin (24/1/2022).


Presiden Jokowi mengatakan hal tersebut saat melakukan groundbreaking proyek hilirisasi batu bara menjadi dimetil eter (DME) di Kabupaten Muara Enim, Sumsel. Proyek hilirisasi itu merupakan kerja sama antara PT Bukit Asam, PT Pertamina, dan investor asal Amerika Serikat, Air Products.


Hilirisasi produk penting, untuk memastikan Indonesia tidak lagi mengimpor bahan mentah, termasuk batu bara. Presiden menginginkan Indonesia hanya mengimpor barang jadi, yang nilai tambahnya besar, atau minimal produk setengah jadi


"Ada yang nyaman dengan impor. Memang duduk di zona nyaman tuh paling enak. Sudah rutinitas terus impor, impor, impor, impor, impor. Tidak berpikir bahwa negara itu dirugikan, rakyat dirugikan karena tidak terbuka lapangan pekerjaan," kata Presiden Jokowi.


Padahal menurut Presiden Jokowi, dengan hanya mengurangi impor maka akan membuka lapangan pekerjaan sebanyak 11 ribu - 12 ribu. Karena itu, kalau ada 5 investasi seperti di Muara Enim itu, setidaknya 70 ribu lapangan pekerjaan akan tercipta. “Itu yang langsung, yang tidak langsung biasanya 2 - 3 kali lipat. Inilah kenapa saya ikuti terus, saya kejar terus."


Presiden Jokowi mengakui bahwa impor Liquefied Petroleum Gas (LPG) Indonesia sangat besar yaitu sekitar Rp80 triliun dari kebutuhan Rp100-an triliun. Itu harus disubsidi untuk sampai ke masyarakat karena harganya sudah sangat tinggi. Subsidinya antara Rp60 triliun - Rp70 triliun.


“Pertanyaan saya apakah ini mau kita teruskan? Impor terus yang untung negara lain, yang terbuka lapangan pekerjaan juga di negara lain. Padahal kita memiliki bahan bakunya. Kita memiliki raw materialnya yaitu batu bara yang diubah menjadi DME hampir mirip dengan LPG tadi," kata Presiden.


Presiden Jokowi sudah melihat langsung api dari DME untuk memasak, dan api yang dari LPG kalau untuk memasak. Intinya, sama saja. “Kalau ini dilakukan yang ini saja, di Bukit Asam ini bekerja sama dengan Pertamina dan Air Products ini nanti kalau sudah berproduksi, bisa mengurangi subsidi dari APBN itu Rp7 triliun kurang lebih." ***