EmitenNews.com — PT Budi Starch & Sweetener Tbk (BUDI), salah satu perusahaan milik Sungai Budi Group (SBG), menyiapkan belanja modal ( capital expenditure/capex ) sebesar Rp 100 miliar pada 2022.


"Dananya bisa berasal dari pendanaan bank atau kas internal perseroan," kata Sekretaris Perusahaan Budi Starch & Sweetener Alice Yuliana, baru-baru ini.


Menurut dia, perseroan bakal selalu melihat peluang-peluang yang ada supaya pendapatan pada tahun ini bisa lebih baik dari sebelumnya.


Pada kesempatan yang sama, Wakil Presiden Direktur Budi Starch & Sweetener Sudarmo Tasmin menambahkan bahwa capex Rp 100 miliar tersebut akan lebih banyak digunakan untuk maintenance rutin di pabrik perusahaan yang kini totalnya mencapai 16 pabrik.


"Jadi, kita lihat kalau masing-masing pabrik ada penggantian-penggantian mesin atau sparepart yang lebih dari satu tahun, maka pemeliharaan c apex itu cukup besar. Jadi, Rp 100 miliar itu adalah rencana untuk rutin maintenance ," jelas Sudarmo.


Adapun 16 pabrik itu merupakan pabrik tapioka berkapasitas 885 ribu ton per tahun. Kemudian, pabrik sweetener sebanyak 4 pabrik dengan kapasitas 294 ribu ton. Semua dana untuk mendukung kebutuhan perusahaan dibiayai sumber internal arus kas perusahaan mengingat posisi keuangan tahun ini yang cukup positif.


Hal ini tercermin dari perolehan laba bersih perseroan pada tahun 2021 yang berhasil tumbuh 33% menjadi Rp 83 miliar dibandingkan tahun 2020 sebesar Rp 63 miliar.


Meningkatnya laba bersih BUDI pada tahun 2021 ditopang oleh penjualan konsolidasi selama Januari-Desember 2021 sebesar Rp 3,4 triliun, meningkat 24% dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp 2,7 triliun.


Pendorongnya adalah hasil panen singkong perseroan di tahun 2021 yang lebih tinggi dibandingkan tahun 2020, sehingga kuantitas penjualan tepung tapioka meningkat dan berkontribusi terhadap peningkatan penjualan.


Sudarmo menyebut, penjualan paling besar perseroan berada di pulau Jawa karena end user -nya merupakan yang paling besar.


Di samping itu, adanya permintaan yang tinggi dari pasar ekspor juga memberikan kontribusi pada peningkatan penjualan ekspor sebesar 219% yaitu dari Rp 216 miliar pada periode Januari-Desember 2020 menjadi sebesar Rp 688 miliar pada periode yang sama tahun 2021.


"Kita selalu melihat kenaikan harga bahan baku dengan penjualan kita sehingga gross profit margin perseroan terus dipertahankan sehingga tidak mengalami penurunan yang tajam," ujar Sudarmo.