EmitenNews.com - Salah satu efek pandemi covid 19 yang sangat dirasakan oleh pelaku export di Indonesia adalah terjadinya lonjakan harga freight atau harga container yang sangat signifikan yakni 300 persen sampai dengan 500 persen. Lonjakan harga container tersebut diakibatkan oleh kelangkaan container di berbagai Negara dunia. Peristiwa ini dapat dirasakan oleh beberapa perusahaan manufaktur yang berbasis ekspor termasuk PT. Sejahtera Bintang Abadi Textile Tbk. (SBAT). 

 

Terlepas dari kendala kenaikan harga freight tersebut, SBAT tetap mampu mempertahankan pencapaian penjualan ekspor di angka 30% lebih dari total penjualan SBAT di tahun 2021.

 

Beberapa strategi yang dilakukan SBAT yang dinilai ampuh untuk melewati badai krisis container di tahun 2021 salah satunya adalah pertama dengan mengubah shipping term Free on Board (FOB) di mana pelanggan menanggung biaya pengiriman menjadi Cost, Insurance, and Freight (CIF) atau Cost and Freight (CNF) dengan memasukan biaya pengiriman tersebut kedalam harga jual produk kepada para customer luar negeri tersebut.

 

“Kami memilih methode CIF atau CNF karena kami selaku produsen bisa membantu para customer kami untuk mendapatkan ruang yang lebih cepat sehingga tidak terjadi penumpukan stok di gudang kami dan customer juga dapat menerima barang lebih cepat. Dengan sistem FOB sebelumnya, customer kami yang berada di Eropa timur seperti Rusia dan Ukraina lebih terkendala untuk mendapatkan jadwal dan ruang untuk container dan seringkali juga terjadi keterlambatan dari pihak liner. Oleh karena itu, kami mengubah sistem menjadi CIF atau CNF dimana kami bergerilya dengan partner forwarder kami untuk mencari ruang dan jadwal yang lebih cepat” jelas Jefri Junaedi selaku Direktur Utama SBAT.

 

Strategi yang kedua yaitu memfokuskan pengiriman ke negara-negara yang masih dinilai memiliki ruang yang cukup banyak untuk container seperti Korea dan Malaysia. “Sampai situasi pelayaran kembali kondusif, SBAT sementara akan mengirim lebih banyak produk-produnya ke Korea dan Malaysia. Selain permintaan yang memang tinggi, ruang container di Negara-negara tersebut memang masih cukup memadai. Saya rasa dua strategi ini akan terus kami gunakan untuk terus mendukung export produk-produk kami ke export dan SBAT tetap optimis dalam menyongsong tahun 2022 dengan memperluas atau meningkatkan market export sebesar 20% dari kapasitas produksi kami sekarang” sambung Jefri Junaedi

 

Sekilas tentang SBAT

 

Perseroan berdiri sejak tahun 2003, berkedudukan di kabupaten Bandung, Jawa Barat. Perseroan telah dikenal sebagai salah satu perusahaan penghasil benang hasil daur ulang (recycle) bahan textile terbesar di Indonesia Benang yang diproduksi Perseroan berupa benang jenis Open End dan Ring Spinning, benang tersebut digunakan oleh pelanggan Perseroan untuk memproduksi kain batik, handuk, sarung tangan rajutan, kain denim, kain kanvas, karpet, pel, serbet, kain lap dan produk lainnya untuk industri rumah tangga.