EmitenNews.com - Berat juga tuntutan Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB). Para pegawai PT Pertamina (Persero) yang tergabung dalam FSPPB berencana mogok kerja pada 29 Desember 2021 hingga 7 Januari 2022. Tuntutannya copot Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati. Beredar info manajemen  berencana memotong gaji karyawan, sedangkan gaji direksi dan komisaris tetap utuh.


Dalam suratnya kepada Menteri BUMN Erick Thohir, seperti dikutip Rabu (22/12/2021), FSPPB mencantumkan perihal permohonan pencopotan Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati. Pasalnya, sang dirut dinilai gagal membangun hubungan industrial yang harmonis.


"Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) sebagai Organisasi Pekerja PT Pertamina (Persero) meminta Menteri BUMN dengan segala otoritasnya untuk mencopot Ibu Nicke Widyawati sebagai Direktur Utama PT Pertamina (Persero) yang telah gagal membangun hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan." Demikian salah satu bagian surat FSPPB untuk Menteri BUMN itu.


FSPPB mengancam, jika dalam kurun waktu 14 hari kalender terhitung sejak surat tuntutan ini ditandatangani, tidak mendapat tanggapan positif, mereka akan menggunakan segala hak. Termasuk mogok kerja sebagaimana diatur dalam Undang-undang No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.


Surat selanjutnya ditujukan kepada Menteri Ketenagakerjaan perihal disharmonisasi hubungan industrial Pertamina. FSPPB melaporkan ketidakharmonisan hubungan industrial di PT Pertamina (Persero), ditambah penilaian tidak adanya itikad baik dari Direksi untuk berkomitmen membangun industrial peace dalam perusahaan. Karena para pekerja berencana menggunakan haknya sesuai Undang-undang RI No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sampai dengan mogok kerja.


FSPPB mengemukakan sejumlah alasan sampai menggelar aksi mogok kerja. Antara lain, tidak tercapainya kesepakatan untuk melakukan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) di Pertamina antara pengusaha dan pekerja yang diwakili FSPPB. Pengusaha dan pekerja yang diwakili FSPPB gagal melakukan perundingan. Tidak adanya itikad baik dari Direktur Utama untuk membangun industrial peace atau hubungan kerja yang harmonis, dinamis dan berkeadilan.


Kemudian, tidak diindahkannya berbagai upaya damai yang sudah ditempuh FSPPB dan diabaikannya tuntutan kepada Menteri BUMN untuk mengganti pimpinan dan Direktur Utama Pertamina yang lebih baik.


Menanggapi aksi FSPPB itu, pihak Pertamina memastikan, pemenuhan kebutuhan BBM LPG serta pelayanan ke masyarakat akan menjadi prioritas utama. Sebagai BUMN, urai VP Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman, Rabu, Pertamina, termasuk seluruh pekerja bertanggung jawab dalam menjalankan amanah pemerintah untuk memastikan ketahanan energi nasional.


“Pekerja juga menjadi garda terdepan dalam pelayanan kepada masyarakat dan menjalankan penugasan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan BBM dan LPG hingga ke pelosok wilayah 3T agar masyarakat terus dapat beraktivitas. Terlebih saat ini, Indonesia sedang berjuang keluar dari pandemi COVID-19 sehingga roda perekonomian nasional harus terus didorong bergerak," kata Fajriyah Usman.


Terkait aspirasi yang disampaikan pekerja kepada perusahaan termasuk dari FSPPB, kata Fajriyah Usman, manajemen Pertamina selalu terbuka melakukan dialog sesuai aturan hubungan industrial yang berlaku.


Fajriyah juga berharap seluruh pekerja tetap dapat mengedepankan kepentingan umum dan dapat bersama-sama menjaga kondusivitas operasional. Manajemen juga akan melakukan antisipasi dan mitigasi pada kondisi apapun untuk memastikan operasional perusahaan tetap dapat berjalan lancar dan pelayanan BBM dan LPG tidak mengalami gangguan.


Sementara itu, beredar informasi bahwa manajemen berencana memotong gaji karyawan, sedangkan gaji direksi dan komisaris tetap utuh. Kalau itu benar terjadi, Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama mengaku tidak sependapat dengan hal itu, walau dengan alasan efisiensi. Karena pemotongan cuma dilakukan di level karyawan.


Namun, Ahok menegaskan pemotongan gaji karyawan baru rencana. Sejauh ini, kata mantan Gubernur DKI Jakarta itu, belum ada keputusan resmi terkait rencana pemotongan gaji itu. ***