EmitenNews.com - Sinergi Megah Internusa (NUSA) mengklaim operasional Hotel Lafayette Yogyakarta berjalan normal. Laba bersih penjualan kamar Lafayette Boutique Hotel periode Januari-September 2021 senilai Rp326,92 juta. Penjualan itu, belum dikurangi beban utang bunga pinjaman bank, dan biaya depresiasi aset.


Tingkat okupansi hotel Lafayette tetap beroperasional seperti biasanya. Januari 22,5 persen, Februari 41 persen, Maret 45,3 persen, April 47 persen, Mei 40,7 persen, Juni 61,4 persen, Juli 30,3 persen, Agustus 43,4 persen, dan September 66,8 persen. ”Per September 2021 total karyawan 92 orang,” tutur Herman Susanto, Direktur Keuangan Sinergi Megah Internusa, seperti dilansir Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (2/12).


Sejak Komisaris Utama Teddy Tjokrosapoetro tersandung kasus dugaan praktik bank gelap, dan tindak pidana dugaan korupsi PT Asabri, perseroan menjadi perhatian khusus BEI. Maklum, pada 3 Februari 2021 lalu, Bareskrim Polri menyita aset perseroan berupa Lafayette Hotel Yogyakarta. Penyitaan itu, atas dugaan tindak pidana perbankan, dan atau tindak pidana penipuan, dan atau tindak pidana pencucian yang menyangkut perhimpunan dana berbentuk MTN/STB/RPH, dan simpanan berjangka tanta izin Otoritas Jasa Keuangan (OJK).


Tindak pidana itu, menggunakan Koperasi Hanson, Mitra Mandiri, PT Hanson International, dan Benny Tjokrosaputro. Lalu, pada 16 November 2021, aset itu diserahkan oleh Bareskrim Polri kepada perseroan. Saat bersamaan, aset itu disita Kejaksaan Agung (Kejagung) pada kasus korupsi, dan tindak pidana pencucian uang kasus PT Asabri periode 2012-2019 dengan tersangka Teddy Tjokrosapoetro. Saat ini, kasus tersebut dalam proses penyidikan Kejagung.


Teddy sendiri, mempunyai kepemilikan saham Sinergi Megah sebanyak 0,12 persen. Itu berdasar data daftar pemegang saham Biro Administrasi Efek PT Ficomindo Buana Registrar per 31 Oktober 2021. Lalu bagaimana dampak kasus tersebut terhadap perseroan selanjutnya? 


Herman mengaku, untuk memastikan sejauh mana pengaruh kasus tersebut terhadap kondisi keuangan maupun kelangsungan usaha emiten, harus menunggu hasil pemeriksaan Kejagung. Tepatnya, apabila sudah ada kekuatan hukum yang mengikat (inkracht) di Mahkamah Agung (MA). (*)