EmitenNews.com - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpeluang menuju level psikologis 7.000. Pasalnya, aksi profit taking saham-saham komoditas sudah mulai mereda, dan inflow investor asing masih terus berlanjut.


Selain itu, para pelaku pasar masih menunggu keputusan Bank Indonesia (BI) yang menetapkan suku bunga masih level 3,5 persen cenderung memberi kestabilan ekonomi, memberi peluang penguatan terhadap IHSG hari ini, Kamis (17/3). Itu mengingat bursa regional sudah diperdagangkan di zona hijau.


Namun, kalau IHSG tidak berhasil bertahan di atas level 6.996, akan rawan terjadi aksi taking profit. ”IHSG diperkirakan bergerak dengan rentang support 6.965, dan resisten 7.035,” tutur Alwin Rusli, Research Analis Reliance Sekuritas, Kamis (17/3).


Secara teknikal, IHSG akan menguji resistance all time high di 6.996 atau menguji level psikologis 7.000. Kalau IHSG gagal bertahan di atas level itu, rawan terjadi aksi profit taking terlebih dahulu. Sejumlah saham memiliki potensi naik antara lain PTRO, BGTG, UNVR, ADRO, EXCL, ICBP, MEDC, HRUM, WSKT, PTBA, dan BBHI.


Kemarin, IHSG menguat 1,07 persen menjadi 6.992,39. Sektor pendorong lompatan IHSG antara lain energy naik 2,10 persen, bahan baku primer surplus 1,72 persen, dan keuangan  menguat 1,61 persen. Investor asing tercatat membukukan net buy Rp1,07 triliun, dengan saham-saham paling banyak diborong BBCA, BBRI, dan BBNI.


Tiga indeks utama bursa saham Amerika Serikat (AS) Wall Street ditutup menguat. Itu menyambut keputusan The Fed menaikkan suku bunga menjadi 0,5 persen. Itu sesuai ekspektasi pelaku pasar tidak menaikkan suku bunga dengan agresif. Namun, kondisi itu diperkirakan terjadi kenaikan suku bunga secara bertahap. Di mana, pada akhir tahun akan mencapai 1,75-2 persen. Efeknya, The Fed akan lebih hawkish menyikapi inflasi.


Sementara itu, bursa kawasan Asia sudah menjelajah zona hijau. Indeks Nikkei 225 menguat 3,31 persen, dan indeks Kospi menanjak 1,75 persen. Lompatan bursa Asia didorong rilis data ekonomi, dan sikap China di tengah tensi geopolitik tidak ingin terkena sanksi AS maupun negara barat lain. (*)