EmitenNews.com – Struktur kepemilikan perusahaan kurir terbesar di Indonesia, yang berencana untuk melaksanakan Penawaran Umum Perdana (IPO) di Hong Kong, diduga melanggar aturan terkait penanaman modal asing di Indonesia. Hal ini terlihat dari prospektus J&T Global Express Limited.

 

Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Barang Indonesia (Asperindo) Budiyanto Darmastono menyampaikan bahwa struktur J&T di prospektusnya menunjukan ada pelanggaran kepemilikan asing dimana mereka mengakui memiliki 100% saham di J&T Indonesia melalui nominee, dan ini tidak diperbolehkan karena maksimum kepemilikan asing adalah 49%. 

 

“Perusahaan PMA bidang kurir sejatinya tidak boleh beroperasi hingga tingkat desa. Mereka seharusnya hanya beroperasi sampai bandara internasional dan selanjutnya kiriman harus diberikan atau dilanjutkan oleh perusahaan kurir lokal," ujar Budiyanto.

 

Lebih lanjut, Budiyanto menyoroti diskon yang diberikan oleh J&T Indonesia yang dianggap berpotensi menekan perusahaan kurir lain, terutama perusahaan kurir lokal.

 

“Diskon yg diberikan (J&T) juga terlalu rendah sehingga berpotensi membuat klien atau pelanggan berpindah dari perusahan kurir lain ke J&T. Ketika masih ada TikTok Shop pun, pengiriman juga didominasi oleh J&T,” lanjut Budiyanto.

 

Dengan adanya dugaan pelanggaran tersebut, Asperindo menyatakan telah menyiapkan sejumlah langkah. 

 

"Kami telah memberikan surat teguran kepada mereka. Dan kami juga tidak segan segan mengeluarkan mereka dari asosiasi jika diperlukan. Kami juga telah memberikan informasi lewat surat ke Menkominfo terkait hal-hal pelanggaran yang dilakukan oleh mereka,” ungkapnya.

 

Dia juga mengungkapkan keprihatinan Asperindo mengenai kesetaraan peluang bagi perusahaan kurir untuk bersaing dengan sehat. Meski anggota Asperindo mendapatkan bimbingan dan dukungan yang maksimal, tetapi di lapangan terdapat hambatan besar.

 

“Hanya saja karena masalah perang tarif ini yang jadi masalah pokok utama akhirnya perusahaan kurir banyak yang tidak kuat bertahan dan bersaing dengan pemodal yang kuat. Akhirnya operasionalnya berkurang dan tutup dan kita banyak memecat karyawan,” tambah Budiyanto.