EmitenNews.com - Harga minyak melonjak, Jumat, memperpanjang kenaikan tajam di sesi sebelumnya karena cuaca dingin menghujam sebagian besar wilayah Amerika Serikat, mengancam gangguan pasokan minyak lebih lanjut.


Minyak mentah berjangka Brent, patokan internasional, menguat USD1,06, atau 1,16%, menjadi USD92,17 per barel pada pukul 16.04 WIB, setelah melesat USD1,16 pada penutupan Kamis, demikian laporan Reuters, di Singapura, Jumat (4/2).


Sementara itu, patokan Amerika, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate, melambung USD1,15 atau 1,27%, menjadi USD91,42 per barel, setelah meroket USD2,01 pada hari sebelumnya menjadi menetap di atas USD90 untuk pertama kalinya sejak 6 Oktober 2014.


Kedua tolok ukur tersebut menuju kenaikan mingguan ketujuh berturut-turut.


"Minyak mentah WTI melonjak di atas level USD90 setelah badai es Arktik bergerak menuju Texas dan mengganggu beberapa produksi minyak di Permian Basin," kata Edward Moya, analis OANDA.


Badai musim dingin yang masif melanda Amerika Serikat bagian tengah dan Timur Laut, Kamis, di mana badai itu membawa salju dan es yang lebat, membuat aktivitas perjalanan sangat berbahaya, melumpuhkan ribuan sambungan listrik dan menutup sekolah di beberapa negara bagian.


Ketika pemulihan permintaan melebihi pasokan, pasar minyak semakin rentan terhadap gangguan pasokan, kata analis.


"Bahkan ketika ribuan penerbangan dibatalkan, pasar energi tetap terpaku pada produksi dan tidak terlalu banyak guncangan permintaan jangka pendek," kata Moya.


Ketegangan geopolitik di Eropa Timur dan Timur Tengah juga telah memicu kenaikan tajam minyak yang mendorong Brent dan WTI berjangka masing-masing meroket sekitar 18% dan 21%, sepanjang tahun ini.


Amerika Serikat memperingatkan bahwa Rusia berencana menggunakan serangan bertahap sebagai pembenaran untuk menyerang Ukraina. Presiden Rusia Vladimir Putin menyalahkan NATO dan Barat atas meningkatnya ketegangan tersebut, bahkan saat dia telah memindahkan ribuan tentara ke dekat perbatasan Ukraina.


"Dengan risiko geopolitik di Ukraina dan peningkatan produksi OPEC Plus secara bertahap, harga diperkirakan menuju USD100 per barel," ujar Chiyoki Chen, Kepala Analis Sunward Trading.


Organisasi Negara Eksportir Minyak dan sekutunya yang dipimpin Rusia, dikenal sebagai OPEC Plus, awal pekan ini sepakat untuk tetap mempertahankan kenaikan produksi secara moderat sebesar 400.000 barel per hari (bph), dengan kelompok tersebut berjuang untuk memenuhi target sesuai kesepakatan.


Namun, dalam jangka menengah, beberapa analis memperkirakan pasar minyak akan mengalami surplus pada kuartal berikutnya, membantu mengerem lonjakan harga baru-baru ini.


"Kami memperkirakan tren berurutan dari penarikan stok global triwulanan akan beralih ke peningkatan persediaan secepatnya kuartal kedua 2022, dan bertahan selama 15-18 bulan ke depan," kata analis Citi Research.


"Pandangan kami adalah pasar minyak mentah yang ketat akan langsung beralih menjadi surplus."