EmitenNews.com - PT Global Sukses Solusi (RUNS) telah mencatatkan saham di papan perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (8/9). Perusahaan bergerak bidang Informasi dan Teknologi itu, resmi menjadi emiten ke-33 tahun ini.


Setelah resmi mencatatkan saham, pertanyaan selanjutnya adalah, bagaimana prospek bisnisnya di masa depan? Sebagai perusahaan teknologi, edukasi kepada investor soal jenis bisnis perusahaan menjadi tantangan tersendiri. ”RUNS ini kalau kita mau valuasi, apa sih ekspektasi kita? Harapan kita ke depan kalau bicara soal investor kalau beli startup itu kan investor nanya simple ya, bisa nggak jadi unicorn? Prospeknya bagaimana ke depan?" tutur praktisi sekaligus Akademisi pasar modal dari Perbanas, Embun Purwanta, pada Webinar gelaran CSA Institute, Jumat (17/9).


Sebagai perusahaan teknologi bidang penyedia solusi software Enterprise Resource Planning (ERP) terintegrasi, RUNS punya prospek bisnis cukup cemerlang. Bagaimana tidak, saat ini banyak perusahaan berbagai skala bisnis butuh usaha transformasi ke manajemen bisnis berbasis digital lebih efisien. Maklum, di tengah maraknya pembatasan aktivitas untuk menanggulangi pandemi Covid-19, digitalisasi bisnis menjadi keniscayaan para pelaku usaha. ”Kalau saya perhatikan, RUNS ini bangun satu system. Di mana, banyak perusahaan butuh efisiensi, dan efektifitas untuk bisnis proses," urainya.


Menariknya, di Indonesia belum banyak perusahaan menggeluti segmen bisnis penyedia solusi software Enterprise Resource Planning (ERP). Dengan demikian, keberadaan RUNS bisa sekaligus mengedukasi pelaku usaha lain yang cenderung awam pada model bisnis ERP ini. RUNS punya keunikan dibanding usaha rintisan atau startup teknologi lain. Kalau startup lain harus jorjoran 'bakar uang' di awal menjalankan bisnis guna menggaet pelanggan, RUNS tidak perlu melakukan hal serupa. 


Masalahnya, jenis bisnis dijalani bersifat pengembangan sistem yang bisa langsung mendatangkan pemasukan tanpa perluang bakar uang. ”Kalau starup lain bakar uang dulu untuk bangun ekosistem dari kebiasaan nasabah, RUNS ini beda. RUNS malah memberi satu konsep di mana itu langsung jadi cash,” ucapnya.


Dengan konsep bisnis itu, investor tidak perlu khawatir uang yang diinvestasikan di RUNS bakal menguap karena terlalu banyak 'dibakar'. Prospek positif bisnis RUNS sebenarnya bisa dilihat dari mitra bisnis untuk digitalisasi proses bisnis. Tidak tanggung-tanggung, saat ini RUNS tengah menggarap digitalisasi proses bisnis perusahaan telekomunikasi pelat merah PT Telkom.


Prospek pengembangan bisnis RUNS akan meningkat seiring pengembangan kerja sama bersama PT Telkom. Simpelnya, setiap mitra usaha bekerja sama dengan PT Telkom, secara tidak langsung akan juga ikut menggunakan sistem digital yang dibangun RUNS. ”RUNS griwong-nya by company. Saya lihat dengan backbonenya BUMN besar seperti Telkom, ini bisa jadi boosting yang kuat buat sistemnya sendiri,” tambah Komisaris Utama CSA Institute, Djony Sianty. 


Keunggulan RUNS tidak perlu bakar uang untuk meningkatkan loyalitas pelanggan. ”System yang dibangun RUNS pas masuk jadi accepted. Nah, akan susah untuk competitor lain masuk sistem RUNS, akan susah juga bagi konsumen untuk ganti sembarangan,” bebernya. 


Dari sisi aset, RUNS juga berbeda dengan perusahaan riil yang memiliki aset berwujud. Sebagai perusahaan informasi dan teknologi, aset RUNS diukur berdasar aset tidak berwujud atau intangible asset. Intangible asset, dalam pengertian umum merupakan sumber daya masa depan tidak berbentuk fisik tapi memiliki nilai tersendiri. 


Misalnya, pada 2020 RUNS memiliki perputaran ekonomi mencapai Rp13 triliun. ”RUNS growing by company. Kalau masalah intangible aset ini akan menjadi perdebatan, kemudian valuasi, dan masuk aset. Tapi intangible asetnya pasti besar," terang Djony. 


Keunggulan lain bisa menjadi angin segar bagi perkembangan bisnis RUNS di masa depan yaitu berbeda dengan perusahaan bergerak sektor riil yang biaya produksinya naik seiring peningkatan skala bisnis. Karena harus meningkatkan konsumsi bahan baku, dan biaya produksi lain. RUNS sebagai perusahaan teknologi bisa berkembang lebih efisien karena tidak perlu meningkatkan belanja modal terlalu signifikan meski skala bisnis berkembang pesat. ”Develop software nggak ada linear dengan pendapatan kita. Revenue naik bisa sangat efisien, tapi nggak nambah belanja bahan baku," tegas Direktur Utama CSA Institute, Aria Santoso. (*)