EmitenNews.com - Rapat Kerja Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menyetujui usulan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengenai Penyertaan Modal Negara (PMN) tahun 2023, dan inisiatif tambahan modal sejumlah perusahaan pelat merah melalui aksi korporasi right issue tahun 2022.


PT Bank Tabungan Negara (BBTN) termasuk salah satu BUMN mengantongi restu PMN tahun anggaran 2022 dengan nilai tambahan modal mencapai Rp2,98 triliun. ”BUMN berada di garda terdepan dalam menjalankan agenda pembangunan nasional yang dicanangkan pemerintah. Kami mendukung dan menyetujui seluruh usulan PMN yang diajukan Kementerian BUMN,” TUTUR Evita Nursyanti dari Fraksi PDIP, Senin (4/7).  


Selain PDIP, seluruh fraksi juga mendukung usulan pemerintah, meski dengan beberapa catatan untuk beberapa BUMN penerima PMN. Antara lain catatan untuk Krakatau Steel, Garuda Indonesia, dan Kereta Api. Setelah mengantongi restu Komisi VI, selanjutnya menunggu lampu hijau dari Kementerian Keuangan.


Mengacu pagu PMN BTN senilai Rp2,98 triliun, nilai penerbitan saham baru atau right issue diperkirakan mencapai Rp4,6 triliun. Jumlah itu, untuk mempertahankan porsi kepemilikan pemerintah 60 persen, dan sisanya dari investor publik dengan proporsi 40 persen. ”Paling banyak menikmati manfaat tambahan modal itu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR),” tukas Ekonom CORE Indonesia Piter Abdullah.


Piter menilai keputusan PMN BTN merupakan langkah tepat, dan bernilai strategis. Yang diuntungkan bukan hanya BTN dalam bentuk penguatan modal dan kapasitas pembiayaan lebih besar. Setelah right issue, BTN punya kemampuan lebih besar untuk menyalurkan kredit subsidi sekaligus menekan angka backlog perumahan sebagaimana agenda besar pemerintahan Jokowi dalam program Sejuta Rumah Rakyat. ”Sektor riil juga ikut ketiban berkah, karena pertumbuhan sektor properti bisa berdampak langsung terhadap 174 sektor usaha lain. Dan sektor ini terbukti mampu membangkitkan ekonomi nasional pasca-pandemi,” ulasnya.


Sebelumnya, Haru Koesmahargyo, Direktur Utama BTN mengatakan penambahan modal tidak hanya berdampak positif. Suntikan modal akan meningkatkan kemampuan bank menyalurkan kredit sehingga dapat menekan angka backlog perumahan terutama segmen MBR. Berdasar data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2020, angka backlog kepemilikan perumahan mencapai 12,75 juta.


Pemerintah sangat mensupport BTN. Saat ini, lebih banyak masyarakat membutuhkan rumah yang harus didukung, terutama masyarakat berpenghasilan rendah. Tambahan PMN akan memacu percepatan penyaluran pembiayaan. ”Kalau tanpa PMN tetap bisa ekspansi tetapi akan lebih lambat," ucap Haru pada Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI pekan lalu.


Merujuk kalkulasi BTN, setiap penambahan modal Rp1 triliun akan menghasilkan kemampuan mendorong penyaluran kredit sekitar Rp12 triliun. Nah, dengan rencana PMN sejumlah Rp2,98 triliun mewakili 60 persen saham pemerintah di BTN, total tambahan modal bisa didapat perseroan dari right issue akan mencapai sekitar Rp4,9 triliun. 


Oleh karena itu, tambahan PMN pemerintah itu bisa meningkatkan kapasitas kredit hingga sejumlah Rp58,8 triliun. Angka itu didapat dengan mengalikan Rp4,9 triliun dengan Rp12 triliun. ”Modal atau equity merupakan harta pemegang saham sebagai penyangga apabila terjadi risiko kerugian kredit macet. Oleh karena itu, BTN tetap butuh likuiditas dari masyarakat, dan pasar modal untuk ekspansi kredit,” katanya.


Dalam menurunkan angka backlog perumahan, pemerintah juga memberikan bantuan likuiditas kepada perbankan lewat program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk membiayai rumah subsidi. Dengan program itu, pemerintah memberikan bantuan likuiditas dalam KPR rumah subsidi 75 persen, dan 25 persen sisanya dari Dana Pihak Ketiga (DPK) bank. 


Tahun ini, pemerintah memberikan kuota FLPP 200 ribu unit atau senilai Rp28 triliun. Itu meningkat dari realisasi tahun 2021 mencapai 178.728 unit. ”Berdasar data-data BUMN berkontribusi kepada negara kurang lebih Rp1.200 triliun terdiri dari pajak, dividen, dan bagi hasil. Dan, 10 tahun terakhir total kontribusi kurang lebih Rp4.013 triliun. Artinya, 3 tahun terakhir ada kenaikan masing-masing per tahun Rp50 triliun lebih tinggi dari tahun sebelumnya secara kumulatif. Tentu ini hasil dari kerja sama antara kementerian BUMN, dan Komisi VI,” terang Menteri BUMN Erick Thohir.


Kementerian BUMN akan berusaha menargetkan dividen periode 2023 hingga 2024 mencapai kurang lebih Rp50 triliun. Itu menilik dari data dividen tahun 2022 mencapai Rp39,7 triliun. Dengan begitu, nanti PMN dan dividen dapat berimbang. (*)