EmitenNews.com—Banyak dari pembayaran utang korporasi dalam negeri Indonesia yang terlewat dan berlanjutnya restrukturisasi pada 1Q22 mencerminkan dampak yang berkepanjangan dari pandemi Covid-19, kata Fitch Ratings dalam laporannya yaang dikutip, Rabu (6/7/2022).

 

Kegagalan pembayaran pada wesel domestik terus berkurang di 1Q22, tetapi masih lebih tinggi dari level 2019. Tingkat default berdasarkan jumlah pokok turun menjadi 0,6%, setelah mencapai titik tertinggi sepanjang masa sebesar 4% pada tahun 2020 dan turun menjadi 1% pada tahun 2021. Total pokok instrumen gagal bayar berkurang menjadi Rp1,5 triliun dari mendekati Rp10 triliun pada tahun 2020 (2021: Rp2,7 triliun).

 

Gagal bayar oleh PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP) atas obligasinya, yang merupakan satu-satunya pembayaran yang terlewat pada 1Q22, dan restrukturisasi utang di pengadilan (PKPU) yang baru-baru ini disahkan, menangkap efek residual dari tekanan likuiditas terkait pandemi. Demikian pula, PKPU PT Tridomain Performance Materials Tbk (TDPM) dan PT Barata Indonesia (Persero) baru-baru ini disebabkan oleh pelemahan keuangan sejak pandemi. Restrukturisasi di luar pengadilan juga berlanjut untuk nama properti dan real-estate yang telah gagal bayar sejak tahun 2020.

 

Restrukturisasi nota di dalam dan di luar pengadilan telah berkembang dengan berbagai tingkat sejak tahun 2021. PKPU TDPM, Barata, WSBP dan PT Sri Rejeki Isman Tbk (RD/RD(idn)) memperoleh pengesahan pengadilan dalam waktu kurang dari setahun. Sementara itu, PT Perkebunan Nusantara III (Persero) akhirnya merestrukturisasi surat utang jangka menengahnya pada 1Q22, menyusul restrukturisasi pinjaman bank senilai lebih dari Rp40 triliun pada tahun 2021.

 

Jatuh tempo surat utang perusahaan domestik Indonesia akan mencapai puncaknya pada 2Q22-4Q22 sekitar Rp67 triliun, berdasarkan akhir Maret 2022 yang beredar, sebagian karena pangsa yang lebih tinggi dari penerbitan wesel bertenor satu tahun pada tahun 2021. Fitch memperkirakan kecenderungan penerbitan surat utang jangka pendek akan dipertahankan pada tahun 2022 karena investor memilih investasi utang jangka pendek dalam tren yang meningkat lingkungan suku bunga.