EmitenNews.com - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kinerja nilai ekspor Kain/Bahan Pakaian Indonesia (HS Code 56–60) sepanjang 2023 mencapai USD473,31 juta. Tujuan ekspor utama kain/bahan pakaian Indonesia menuju lima negara. Yaitu, Jepang 19,6 persen, Vietnam 15,6 persen, India 7,4 persen, Amerika Serikat 6,1 persen, dan Korea Selatan 5,8 persen. 

Selanjutnya, kinerja nilai ekspor batik mencapai USD17,45 juta. Ekspor batik Indonesia paling banyak menuju lima negara. Antara lain Amerika Serikat 74,75 persen, Jerman 3,61 persen, Singapura 3,23 persen, Malaysia 2,82 persen, dan Kanada 1,92 persen. Sebagai eksportir pemasok bahan pakaian, Indonesia terus mengembangkan potensi desain kain, dan melakukan terobosan untuk menjangkau pasar lebih luas. 

Batik aromaterapi adalah produk unik. Mengeluarkan aroma wangi rempah, dan bunga dari kain batik, tahan hingga empat tahun meski dicuci berulang-ulang. Metode batik aromaterapi ditemukan seorang perempuan milenial, Warisatul Hasanah, pemilik Batik Al-Warits. 

Al Warits telah menjadi mitra binaan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) sejak 2019 lalu, dan mengikuti berbagai pameran skala internasional seperti Trade Expo Indonesia (TEI) 2019 lalu. LPEI atau Indonesia Eximbank, terus memperkuat komitmen untuk mewujudkan ekosistem ekspor berkelanjutan sehingga berkontribusi signifikan bagi ekspor nasional.

Salah satu wujud nyata adalah dengan melakukan pendampingan kepada perajin batik aromaterapi sebagai ciri khas Madura. Untuk mendorong ekosistem ekspor berkelanjutan dapat berkontribusi signifikan bagi ekspor nasional, LPEI berkolaborasi dengan Kemenkeu Satu (Bea Cukai dan Direktorat Jenderal Pajak), dan Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Provinsi Jawa Timur (Jatim). 

Itu dilakukan untuk melakukan pendampingan kepada 139 perajin perempuan binaan Al-Warits dari 11 desa di Kabupaten Bangkalan, Pamekasan, dan Sumenep. Warisatul Hasanah mengaku LPEI bersama Kemenkeu Satu juga memberi berbagai pelatihan lain dalam penguatan kapasitas, dan organisasi perusahaan.

”Selain penguatan kompetensi, dan peningkatan kapasitas produksi, kami juga diberikan pelatihan penyusunan laporan keuangan, manajemen perusahaan, prosedur, perizinan ekspor, dan penyuluhan perpajakan dalam meningkatkan kapasitas bisnis Desa Devisa Batik aromaterapi,” tukas Warisatul Hasanah. 

Berbagai pelatihan dan pendampingan LPEI untuk desain batik gentong Madura, dan peningkatan kapasitas produksi dalam satu tahun terakhir mulai membuahkan hasil. LPEI berhasil meningkatkan kapasitas produksi perajin batik meningkat dari 400 kain per hari menjadi 4.000 kain per hari, dan pendapatan perajin dari Rp300 ribu menjadi Rp1,25 juta per bulan. 

Kepala Divisi Jasa Konsultasi LPEI Ilham Mustafa menjelaskan Program Desa Devisa dirancang untuk memberi pendampingan komprehensif, dan berkelanjutan. Itu dengan tujuan membuka potensi ekspor komoditas unggulan daerah. Pendampingan Desa Devisa Batik Aromaterapi itu, berhasil mendorong ekspor produk batik aromaterapi ke negara Amerika Serikat, Malaysia, Singapura, Korea, dan Jepang. “LPEI terus berkomitmen mewujudkan ekosistem ekspor berkelanjutan hingga menciptakan kesejahteraan bagi para perajin batik,” ucap Ilham. (*)