EmitenNews.com - Lembaga pemeringkat global, Fitch, kembali mempertahankan Sovereign Credit Rating Republik Indonesia pada BBB (investment grade) dengan outlook stabil, pada 14 Desember 2022. Keputusan ini mempertimbangkan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka menengah yang baik serta rasio utang Pemerintah terhadap PDB yang rendah.


Namun Fitch melihat masih ada beberapa tantangan yang perlu direspons, yaitu penerimaan Pemerintah yang masih rendah serta beberapa indikator struktural seperti indikator tata kelola, yang relatif lebih rendah dibandingkan negara-negara lain pada peringkat yang sama.


Menanggapi keputusan Fitch tersebut Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, menyatakan afirmasi rating Indonesia pada peringkat BBB dengan outlook stabil menunjukkan keyakinan kuat pemangku kepentingan internasional atas stabilitas makroekonomi dan prospek ekonomi jangka menengah Indonesia yang tetap terjaga.


"Kepercayaan dunia internasional ini didukung oleh kredibilitas kebijakan yang tinggi dan sinergi bauran kebijakan yang kuat antara Pemerintah dan Bank Indonesia di tengah ketidakpastian ekonomi global yang masih tinggi dan peningkatan risiko stagflasi seiring kenaikan suku bunga kebijakan secara global," katanya.


Perry memastikan ke depan Bank Indonesia akan terus mencermati perkembangan ekonomi dan keuangan global dan domestik, merumuskan dan melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan terjaganya stabilitas makroekonomi dan stabilitas keuangan. Termasuk penyesuaian lebih lanjut stance kebijakan, serta terus memperkuat sinergi dengan Pemerintah untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional.


Pada laporan yang dirilis Rabu (14/12) Fitch menilai pemulihan ekonomi Indonesia akan berlanjut dan diperkirakan tumbuh 5,2% pada tahun 2022.

Menghadapi permintaan global yang melemah, suku bunga yang tinggi, dan harga komoditas yang menurun, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2023 diperkirakan tumbuh melambat menjadi 4,8%. Dalam jangka menengah, pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai 5,6% pada tahun 2024, didukung oleh dampak positif dari implementasi UU Cipta Kerja terhadap kenaikan investasi, serta komitmen pembangunan infrastruktur yang terus berlanjut, termasuk pembangunan ibu kota baru (IKN) di Kalimantan Timur.


Pada sisi eksternal, setelah mencatat surplus transaksi berjalan pada dua tahun terakhir, Fitch memperkirakan transaksi berjalan akan mencatat defisit sebesar 0,8% dari PDB pada tahun 2023. Penanaman modal asing (PMA) secara gradual diperkirakan terus meningkat, sehingga diharapkan dapat mendorong ekspor sektor manufaktur dan kelanjutan aktivitas hilirisasi. Terkait perkembangan harga, penerapan kebijakan moneter ketat diperkirakan mampu menurunkan inflasi sehingga mencapai kisaran sasaran 3%+1% pada akhir tahun 2023.


Fitch memandang Pemerintah akan mengembalikan defisit fiskal menjadi di bawah batas atas 3% dari PDB pada tahun 2023. Defisit fiskal menunjukkan penurunan yang berlanjut yaitu dari 4,6% dari PDB pada tahun 2021 menjadi 3,4% dari PDB pada tahun 2022 dan 2,9% dari PDB pada tahun 2023.


Hal ini menjadikan Indonesia menjadi salah satu negara pertama di kawasan Asia Pasifik yang berhasil mengembalikan defisit fiskal pada level sebelum pandemi. Beberapa kebijakan untuk mendorong penerimaan Pemerintah, termasuk kenaikan PPN pada 1 April 2022 turut mendukung perbaikan kinerja keuangan Pemerintah.


Dengan perkembangan tersebut, Fitch memperkirakan utang Pemerintah berada pada tren yang menurun mencapai 41,1% dari PDB pada tahun 2023, dan jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara lain pada peringkat yang sama (55,6% dari PDB).


Fitch sebelumnya mempertahankan Sovereign Credit Rating Indonesia pada BBB dengan outlook Stabil? pada 28 Juni 2022.(fj)