EmitenNews.com - PT Indofarma Tbk (INAF) di tahun ini akan melakukan proyek implementasi dari lima proyek pengembangan alat kesehatan dan herbal dengan total investasi yang bersumberkan dari dana Shareholder Loan (SHL) Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 199,86 miliar. Di mana, rinciannya yaitu pabrik Medical Furniture dengan nilai pembiayaan investasi Rp 16,53 miliar, proyek Pabrik Elektromedis sebesar Rp 74,98 miliar, proyek In Vitro Diagnostik & Instrument dengan nilai pembiayaan investasi sebesar Rp 71,86 miliar, proyek Natural Extract dengan nilai pembiayaan investasi sebesar Rp 26,49 miliar dan proyek Supporting Function sebesar Rp 10 miliar.


Direktur Utama Indofarma Arief Pramuhanto menjelaskan, proyek ini sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam meningkatkan ketahanan dan kemandirian industri kesehatan Indonesia.


"Target serapan dana PMN untuk pembangunan beberapa fasilitas produksi diatas ditargetkan selesai keseluruhannya di triwulan II-2023 dan diharapkan pada triwulan III-2022 telah dapat beroperasional dan memberikan kontribusi untuk kinerja perseroan yang lebih baik," katanya dalam paparan publik, Selasa (31/5/2022).


Lebih lanjut, Arief menambahkan, perseroan juga akan melakukan refinancing terhadap utang yang direstrukturisasi yang akan nantinya diganti dengan SHL induk perseroan yakni PT Bio Farma. Di mana, nilainya mencapai Rp 355 miliar.


Selain itu, INAF juga akan melakukan supply chain finance bekerjasama dengan pihak perbankan untuk membiayai alat-alat kesehatan yang dikeluarkan oleh Indofarma untuk keperluan rumah sakit. Di mana, untuk ini nilainya akan berbeda antar rumah sakit mengikuti assessment dari pihak bank. Adapun kerjasama ini akan bersifat skema Kerjasama Operasional (KSO).


"Indofarma sudah ada KSO dengan 7 RSUD , di pipeline 20-an lebih. Sampai akhir tahun bisa eksekusi 15-17 rumah sakit. Yang terbanyak untuk mesin hemodialisa , medical operating theatre , dan ESWL untuk ginjal," jelas Arief.


Secara konsolidasian, pada tahun lalu perseroan mencatatkan penjualan Rp 2,90 triliun, meningkat sebesar Rp 1,19 triliun atau 69,15% dibandingkan tahun 2020 sebesar Rp 1,72 triliun. Peningkatan penjualan bersih tersebut terutama masih didominasi dari penjualan produk Covid- related baik untuk segmen alat kesehatan, obat-obatan dan pengadaan serta distribusi penugasan vaksin Covid-19, Covovax.


Namun, adanya penerapan kebijakan akuntansi PSAK 71 di tahun 2020, perseroan membukukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai ( CKPN ) dan beban pajak kini yang berdampak terhadap tergerusnya laba bersih perseroan sehingga perseroan membukukan rugi bersih sebesar Rp 37,57 miliar.