EmitenNews.com — Dalam upaya mengantisipasi dampak negatif akibat kenaikan suku bunga Federal Reserve AS (The Fed), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengaku akan menerapkan kebijakan pasar modal yang serupa dengan yang dilakukan saat merespons kondisi pandemi Covid-19.

 

Menurut Deputi Komisioner Pengawasan Pasar Modal I OJK, Djustini Septiana, kebijakan The Fed yang akan menaikkan Fed Funds Rate tentunya akan berisiko terhadap perekonomian nasional, seperti pada kebijakan moneter di AS pada masa awal pandemi yang telah memicu sudden reversal.

 

"Di pasar modal, kebijakan untuk mengantisipasi kenaikan suku bunga Fed tidak akan jauh berbeda seperti kami mengantisipasi pada saat pandemi. Jadi, kami melakukan kebijakan relaksasi atau pun sosialisasi untuk mempertahankan ekonomi kita," papar Djustini di Jakarta, Selasa (14/6).

 

Dia mengatakan, upaya melakukan sosialisasi tersebut dibarengi dengan upaya mendorong masyarakat untuk menempatkan dananya di instrumen investasi pasar modal. "Uang-uang masyarakat yang menganggur, itu sebaiknya ditanamkan di pasar modal. Supaya produktivitas pada ekonomi Indonesia juga bisa tetap terjaga," ujar Djustini.

 

Dengan demikian, lanjut dia, jika terjadi dampak negatif di tingkat global, maka pasar modal domestik tidak terlalu bergantung pada modal-modal dari investor asing. "Sehingga kekhawatiran untuk indeks jatuh, jadi bisa tertahankan dan bahkan bisa dalam tren positif," imbuhnya.

 

Djustini menyampaikan, pada dasarnya ada tiga fokus utama kebijakan OJK dalam merespons dampak pandemi Covid-19, yakni relaksasi bagi pelaku industri pasar modal; pengendalian volatilitas dan menjaga kestabilan pasar modal; serta kemudahan perizinan dan penyampaian dokumen maupun pelaporan.

 

Pada fokus kebijakan yang pertama, OJK memberikan 11 relaksasi bagi para pelaku industri pasar modal. "Namun, ada dua relaksasi yang saat ini kami cabut, karena relaksasi tersebut tidak dimanfaatkan oleh pelaku industri, yakni relaksasi perpanjangan masa penawaran awal dan penundaan masa penawaran umum atau pembatalannya," papar Djustini.

 

Hingga saat ini, jelas dia, OJK masih memberlakukan kebijakan terkait pengendalian volatilitas dan kestabilan pasar modal, yang terdiri dari tujuh relaksasi. Selain itu, OJK juga masih memberlakukan kebijakan yang terkait dengan kemudahan perizinan dan penyampaian dokumen serta pelaporan.

 

Sebagaimana diketahui, kebijakan relaksasi yang diatur dalam POJK No. 7/2021 dan diubah menjadi POJK No. 4/2022, masa berlakunya hingga 31 Maret 2023. Jika pemerintah menetapkan bencana Covid-19 sudah selesai sebelum 31 Maret 2023, maka kebijakan relaksasi tersebut masih berlaku hingga enam sejak ketetapan pemerintah.