EmitenNews.com - Hilirisasi ekonomi melalui permodalan nasional terus bergema seiring visi Indonesia Emas 2045. Proyeksi terbaru Self-Regulatory Organization (SRO) Pasar Modal Indonesia menyebutkan perekonomian nasional berada pada tren penguatan, sejalan dengan semakin solidnya kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang ditargetkan akan mencapai level 9.000 di akhir tahun nanti. 

Anggota Dewan Komisioner OJK sekaligus Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon, Inarno Djajadi, mengungkapkan bahwa per 7 November 2025, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatat kenaikan 18,57% year-to-date ke level 8.394, sekaligus memecahkan 13 kali rekor all-time high (ATH) sepanjang tahun. 

Kapitalisasi pasar bahkan, turut menembus nominal Rp15.316 triliun, menjadi tonggak penting bagi penguatan struktur permodalan nasional.

Inarno menambahkan bahwa pemerintah melalui RPJMN 2025–2029 menargetkan rasio kapitalisasi pasar terhadap Pertumbuhan Domestik Bruto (PDB) sebesar 68%. Bahkan, capaian tersebut juga sudah terealisasi empat tahun lebih awal dari waktunya. 

“Saat ini, angka itu (rasio kapitalisasi pasar) sudah berada pada posisi 69,18%, lebih tinggi dari target pemerintah maupun roadmap OJK 2022–2027 yang membidik 70%, mudah-mudahan sebelum akhir tahun itu sudah mencapai 70%,” imbuh Inarno dalam perhelatan Workshop & Media Gathering 2025 Pasar Modal Indonesia jelang perayaan HUT Ke-48 di Bali dikutip Selasa, (18/11/2025).

Gaung Hilirisasi dan Percepatan Pertumbuhan Ekonomi RI

Langkah-langkah pemerintah dalam merealisasikan hilirisasi industri hingga percepatan pertumbuhan ekonomi juga berjalan beriringan dengan elemen SRO Pasar Modal Indonesia, seperti halnya melalui penguatan permodalan di sektor perbankan. 

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 276 Tahun 2025 serta keputusan terbaru Kementerian Keuangan per 10 November, mengalokasikan injeksi dana dari Bank Indonesia (BI) sebesar Rp200 triliun, ditambah lagi hingga Rp76 triliun, untuk memperkuat permodalan kepada beberapa industri perbankan.

Adapun, gelontoran dana permodalan itu terlikuidasi total hingga Rp276 triliun dan diberikan kepada lima bank milik negara (Himbara) serta satu bank milik daerah.

Langkah tersebut diungkap Purbaya bertujuan untuk memperkuat likuiditas serta memantik percaya diri lembaga keuangan dalam menyalurkan kredit ataupun permodalan dengan biaya dana (cost of fund) yang lebih rendah.

Hal ini pula turut menstimulasi para pelaku usaha mikroekonomi hingga industri untuk mengambil fasilitas kredit permodalan di perbankan nasional.

Akses Pasar Modal bagi Keberlanjutan Finansial RI

Pasar Modal Indonesia turut mengkoneksikan upaya sentralisasi percepatan pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini peranannya dijalankan oleh lembaga-lembaga yang tergabung dalam Self-Regulatory Organization (SRO) seperti, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bursa Efek Indonesia (BEI), Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), hingga Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI).

Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Iman Rachman dikutip pada Selasa, (18/11) masih dalam agenda yang sama turut memaparkan terkait produk investasi perdagangan efek di pasar modal.

“Jangan lupa bahwa kita (Pasar Modal Indonesia) itu multi-aset. Bursa tidak hanya bicara saham, tetapi ada obligasi, ada non-saham seperti structured warrant, atau derivatif, dan juga yang terakhir karbon.”

Iman memaparkan bahwa akses investasi dan pendanaan permodalan terbuka lebar di Pasar Modal Indonesia. Akses dan pemanfaatannya tersebar di berbagai instrumen pendanaan mulai dari saham, obligasi, hingga berikut juga fasilitasi aksi korporasi yang dilakukan emiten perusahaan tercatat di bursa. 

Sebagai catatan informasi, seperti melalui skema penawaran perdana saham kepada publik (IPO), ada pula aksi korporasi seperti Penambahan Modal tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMTHMETD) atau private placement, Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue, hingga penerbitan surat utang (obligasi) atau Efek Bersifat Utang dan Sukuk (EBUS).