IHSG Sepekan, Investor Asing Net Buy, dan Pencapaian Hebat 50 Emiten Baru Tahun ini
EmitenNews– Indeks harga saham gabungan (IHSG) berkurang setengah persen sepanjang pekan ini. Terjadi setelah indeks ditutup turun 1,72 persen ke level 5.874,154 pada penutupan perdagangan Jumat (09/11). Dibandingkan level 5.906,292 pada akhir pekan lalu maka perjalanan sepanjang pekan ini IHSG turun sebesar 0,54 persen. Penurunan IHSG terjadi di tengah cukup gencarnya aksi beli oleh investor asing. Secara kumulatif sepanjang pekan ini investor asing melakukan pembelian bersih (foreign net buy) sebesar Rp3,778 triliun. Khusus pada perdagangan hari ini (09/11) investor asing tercatat melakukan penjualan bersih (foreign net sell) sebesar Rp42,934 miliar. Dari sisi jumlah emiten, Bursa Efek Indonesia (BEI) menggenapkan jumlah emiten pendatang baru menjadi sebanyak 50 perusahaan pada pekan ini. Emiten pendatang baru ke 50 yang listing di Bursa tahun ini adalah PT Dewata Freight International Tbk (DEAL). Secara total, perusahaan biasa disebut DFI Logistics itu menjadi emiten ke 615 di BEI yang tercatat dan masuk dalam penghitungan Indeks harga saham gabungan (IHSG). ”IDX (BEI) hebat. 50 bukan angka mudah. Betul, pernah tercatat 66 perusahaan dalam setahun listing di Bursa (dulu Bursa Efek Jakarta/BEJ) tapi itu karena adanya PAKTO (Paket Oktober tahun 1988),” ungkap mantan Direktur Utama BEI, Tito Sulistio, hari ini (09/11). Tito yang kini menjadi Direktur Utama PT Citra Marga Nusaphala Tbk (CMNP) mengatakan dalam keadaan market global yang terguncang dan terdapat ketidakpastian (uncertainty) seperti saat ini, bisa mencapai 50 emiten adalah prestasi hebat. Sejarah terbesar kedua terjadi pada 1994 ketika itu mampu mendatangkan 47 emiten baru dalam setahun dan sebanyak 37 emiten baru pada 2017. ”Tidak mudah. Bursa Singapura saja sampai September 2018 baru dapat 14 emiten baru. Vietnam sebanyak 8 emiten baru, Malaysia 16 emiten, Thailand sebanyak tujuh emiten, bahkan Filipina baru hanya satu emiten baru,” paparnya. Selain itu, selama lima tahun terakhir, jumlah emiten Indonesia tumbuh sebanyak 24 persen dari hanya 473 emiten menjadi lebih dari 600 emiten. ”Bandingkan dengan Malaysia yang stagnan jumlah emitennya sekitar 910. Jumlah emiten Singapura bahkan minus 4 persen,” ungkap Tito. Selanjutnya perlu dipikirkan bagaimana Bursa Indonesia agar terus berkembang di masa mendatang. Tito mengatakan, BEI harus bisa bekerja secara efisien sedangkan pada saat yang sama mampu mendistribusikan informasi pasar modal dan memastikan order transaksi bisa lebih terfasilitasi. ”BEI sewajarnya bisa secara efektif mengembalikan dana yang diakumulasi kepada industri. Pasar modal tidak akan menjadi penyebab dari suatu krisis tapi imbasnya akan selalu naik lebih dahulu dari naiknya perekonomian dan turun tergerus mendahului krisis keuangan yang akan terjadi,” ulasnya. Tito berdoa agar jumlah emiten baru pada tahun ini bisa melampaui rekor sebanyak 66 emiten yang pernah lebih dulu terjadi sebagai bagian dari imbas positif kebijakan pemerintah menghadapi lesunya perekonomian.
Related News
Prospek SUPA: PBV Menarik, Tapi Siapkah Hadapi Risiko NPL UMKM 2026?
Flywheel Superbank: Akankah AI dan Ekosistem Grab Jadi Moat Abadi?
Fundamental: Evolusi Ekosistem Grab-Emtek jadi Turnaround Superbank!
IPO SUPA dan Ledakan ARA: Standar Baru Ecosystem Banking Kah?
Pajak Ekspor Batubara: Sinyal Kritis Kompresi Marjin Komoditas?
Prospek BREN: Inkremental vs Valuasi Didorong Scarcity





