IHSG Tiga Hari; Tergerus 5,5 Persen dan Capital Outflow Rp1,614 Triliun
EmitenNews– Indeks harga saham gabungan (IHSG) tergerus sebesar 5,5 persen dalam tiga hari perdagangan pada pekan ini. Sejalan dengan sentiment negatif terutama penurunan nilai tukar Rupiah, indeks anjlok 3,76 persen ke level 5.683,501, pada penutupan perdagangan hari ini (05/09). Kumpulan 45 saham paling likuid dalam Indeks LQ45 bahkan turun lebih parah, mencapai 4,41 persen pada perdagangan hari ini. Perdagangan saham hari ini berlangsung cukup ramai dengan volume sebanyak 1,448 miliar saham pada frekuensi mencapai 429.193 kali dan senilai Rp8,7 triliun. Nilai kapitalisasi pasar saham ditutup di Rp6.400 triliun. Penutupan IHSG di level 5.683,501 pada hari ini jika dibandingkan level 6.018,460 pada akhir pekan kemarin maka telah terjadi penurunan sebesar 5,5 persen. Hanya dalam kurun waktu tiga hari perdagangan. Investor asing dalam posisi jual dengan mencatatkan penjualan bersih sebesar Rp877,363 miliar, hari ini (05/09). Secara kumulatif dalam tiga hari ini investor asing melakukan penjualan bersih sebesar Rp1,614 triliun. Capital outflow di pasar saham itu sejalan dengan penurunan nilai tukar Rupiah. Kurs tengah Bank Indonesia (BI) mencatat nilai tukar Rupiah ditutup turun ke level 14.927 per dolar Amerika Serikat (USD) hari ini dibandingkan 14.840 per USD pada penutupan kemarin (04/09). ”Semua percaya angka ekonomi kita tidak jelek. Basic Negara ini kuat, politik relatif stabil, tapi kenapa kita selalu mengaku punya dependensi besar atau menyalahkan ekonomi global,” Ekonom, Tito Sulistio, dalam keterangan tertulisnya, hari ini (05/09). Pasar, kata Direktur Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2015 – 2018, itu mengungkapkan bereaksi tidak hanya secara fundamental. ”Bahkan kadang bergerak liar karena persepsi.” Maka terlintas Tanya, kapan para pengambil keputusan fiskal dan moneter kali terakhir menemui para pelaku pasar, Fund manager, Pengelola dana di pasar, Analis, S&P, MSCI, sampai tokoh pelaju keuangan dunia? ”Menemui dalam arti kata datang ke kantornya secara humbletapi dengan charming meng-convince mereka tentang Republik ini. Datang secara rutin dan meyakinkan. Bukan datang setahun sekali dengan sombong, lalu hanya mengundang para analis menghadap ke hotel,” paparnya. Indonesia, kata Tito, memerlukan seorang tokoh moneter yang secara meyakinkan dengan humble bisa berbicara terbuka ke pasar bahwa rupiah tidak selemah yang mereka pikirkan. Secara charming bisa meyakinkan pasar bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan mampu dengan ringan dan sehat melewati masa krisis 2 sampai 3 tahun ke depan. ”Memerbaiki persepsl tentang Indonesia yang lebih baik dari yang mereka tahu. Lebih baik di masa depan. Bicara dengan hati dan secara rutin,” Tito menyarankan. Sebab dari pengalaman Tito bertemu dengan banyak pelaku pasar global, informasi dari Indonesia masih didominasi berita kurang mendukung bagi perekonomian. ”Yang kami dengar tentang Indonesia biasanya hanya mengenai bencana alam, demonstrasi, terorisme. Ke mana saja para pengambil keputusan moneter dan fiskal,” sesalnya.
Related News
Data Bicara: Cara Atur Strategi Portofolio di Tahun 2026!
Efek BI Rate ke Saham: Sektor Apa yang Bakal Cuan di Tahun 2026?
BI Rate 4,75 Persen: Strategi atau Sinyal Badai Pasar Saham 2026?
Prospek SUPA: PBV Menarik, Tapi Siapkah Hadapi Risiko NPL UMKM 2026?
Flywheel Superbank: Akankah AI dan Ekosistem Grab Jadi Moat Abadi?
Fundamental: Evolusi Ekosistem Grab-Emtek jadi Turnaround Superbank!





