EmitenNews.com - Indonesia dan Republik Korea sepakat memperkokoh kerja sama di bidang industri. Selain mendorong investasi, kedua negara sepakat bekerjasama dalam pengembangan kawasan industri, kendaraan listrik, industri kimia, industri baja, transfer teknologi, serta industri perkapalan.


Hal tersebut merupakan poin-poin hasil Pertemuan ke-8 Kelompok Kerja bidang Kerja Sama Industri yang dilaporkan pada Pertemuan Tingkat Menteri ke-I Komite Bersama untuk Kerja Sama Ekonomi (Joint Committee on Economic Cooperation) RI-Korea (JCEC RI-ROK) di Jakarta, Selasa (22/2) lalu.


Pertemuan tersebut dihadiri Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Perdagangan, Industri dan Energi (MOTIE) Republik Korea Moon Sung-wook, serta Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita. Kemenperin selaku focal point WGIC mengangkat beberapa agenda peningkatan kerja sama di bidang industri antara kedua negara.


“Kedua negara sepakat untuk meningkatkan kerja sama, termasuk penelitian-penelitian dalam pengembangan sektor industri,” ujar Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan dan Akses Industri Internasional (KPAII) Eko S.A.Cahyanto, Jumat (25/2).


Kerja sama yang akan didorong antara lain pengembangan electric vehicle (EV) atau mobil listik. Dalam hal ini, Pemerintah Indonesia memberikan dukungan dalam pengembangannya melalui Peraturan Pemerintah No 74 tahun 2021 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah.


"Kerja sama untuk industri EV meliputi penelitian bersama di bidang pasar kendaraan MicroEV dan komponen pendukungnya serta menyiapkan infrastruktur chargingstation," tambah Eko.


Di bidang industri logam, telah dilaksanakan kerja sama secara kontinyu sejak investasi Korea POSCO dengan PT. Krakatau Steel dalam joint venture PT.Krakatau POSCO tahun 2013. Kerja sama ini termasuk dalam upaya merealisasikan target pembangunan proyek klaster industri baja 10 jutaton di Cilegon, Banten.


“Kemenperin mendukung realisasi investasi dari Korea agar dapat berlangsung tanpa hambatan dan dapat mendorong kapasitas industri logam nasional,” jelas Eko.


Pada sektor industri kimia, perusahaan Lotte Chemical Indonesia melakukan investasi pengembangan kompleks petrokimia baru untuk produksi dengan kapasitas Ethylene sejumlah 1 juta ton per tahun dan Propylene sejumlah 520 ribu ton per tahun. Pemerintah Indonesia terus berupaya mengawal proyek-proyek raksasa pembangunan industri kimia yang total nilai investasinya mencapai USD31 miliar.


Sementara itu, kerja sama penting lainnya terkait dengan transformasi digital. Di bidang ini, Republik Korea memiliki keunggulan dan pengalaman dalam mengakselerasi penerapannya pada industri manufaktur.


Selain itu, kedua negara juga menjalin kerja sama dalam hal transfer teknologi melalui proyek Agriculture Machinery Technical Center (AMTC). Indonesia mengajukan proyek kerja sama di bawah skema Official Development Assistance (ODA) kepada Korea atas Proyek AMTC untuk membangun pusat keunggulan pengembangan industri alat mesin pertanian di Institut Pertanian Bogor.


“HarapannyaKorea dapat menyetujui proposal baru ini. Proyek terdahulu di bawah skema ODA telah berhasil dilaksanakan pada proyek Machine Tools Industry Development Center (MTIDC) yang berlokasi di Institut Teknologi Bandung(ITB),” terang Dirjen KPAII.


Sementara pada industri perkapalan, kedua negara sepakat untuk memanfaatkan momentum Indonesia-Korea Offshore Congress sebagai upaya penjajakan kerja sama perkapalan oleh para pelaku industri perkapalan di kedua negara dalam produksi dan pengembangan desain kapal berteknologi tinggi seperti LNG Carrier.


Menindaklanjuti Pertemuan Tingkat Menteri ini, kedua belah pihak menyepakati untuk melakukan pembahasan yang lebih teknis pada working level.(fj)