EmitenNews.com - Mahkamah Agung menggodok aturan persidangan kasasi dan peninjauan kembali (PK). Khususnya saat pengucapan putusan yang akan dilaksanakan secara elektronik dengan wadah digital berbentuk penyiaran langsung (live streaming). Soal itu dikaji atas keinginan MA bertindak lebih transparan. MA tentu tidak ingin mengulang sejarah buruk sepanjang 2022, dua hakim agung terjerat dugaan suap oleh KPK yakni Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh. 

 

“Sebelum hari pengucapan putusan, pihak berperkara atau publik harus diberitahu terlebih dahulu agar mereka dapat menyaksikan siaran langsung pengucapan putusan kasasi atau peninjauan kembali tersebut,” ujar Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Sobandi terkait teknis baru yang akan diberlakukan, seperti dikutip dari siaran pers, Senin (2/1).

 

Pengucapan putusan kasasi dan peninjauan kembali (PK) secara live streaming diyakini akan mengubah wajah peradilan menjadi lebih transparan. Selama ini keluhan muncul dari pihak berperkara dan publik mengenai jadwal putusan yang kadang baru diumumkan di website informasi perkara beberapa bulan setelah pengucapan putusan kasasi atau peninjauan kembali.

 

“Pengucapan putusan kasasi dan peninjauan kembali secara live streaming diharapkan akan mendorong minutasi perkara kasasi dan peninjauan kembali lebih cepat dan salinan putusan dapat diterima oleh pihak berperkara tepat waktu,” kata Sobandi.

 

Saat ini tata aturan tersebut sedang dikerjakan oleh Kelompok Kerja Khusus yang dibentuk Ketua Mahkamah Agung. Tim bekerja untuk merumuskan kebijakan prosedur persidangan kasasi dan peninjauan kembali agar terwujud transparansi penanganan perkara di Mahkamah Agung. Langkah itu juga dinilai dapat menghilangkan atau setidaknya mengurangi keluhan dari pihak berperkara dan publik. 

 

Seperti diketahui Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan 13 tersangka kasus suap terkait pengurusan perkara di Mahkamah Agung. Mereka, dua Hakim Agung Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh. Lalu, dua Hakim Yustisial sekaligus Panitera Pengganti Elly Tri Pangestu dan Prasetio Nugroho. 

 

Selanjutnya, Staf Gazalba Saleh, Redhy Novarisza; empat PNS MA, Desy Yustria (DY), Muhajir Habibie (MH), Nurmanto Akmal (NA), dan Albasri (AB). Selain itu, dua pengacara Theodorus Yosep Parera (TYP) dan Eko Suparno (ES). Terakhir, dua debitur koperasi simpan pinjam Intidana Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS). 

 

Dalam perkara ini, Sudrajad, Elly, Desy Yustria, Muhajir Habibie, Nurmanto Akmal, Gazalba, Prasetio, dan Albasri diduga telah menerima sejumlah uang dari Heryanto Tanaka serta Ivan Dwi Kusuma Sujanto. Uang itu diserahkan Heryanto dan Ivan melalui Pengacaranya Yosep dan Eko Suparno. 

 

KPK mengungkapkan, sejumlah uang tersebut diduga terkait pengurusan upaya kasasi di MA atas putusan pailit koperasi simpan pinjam Intidana. Total uang tunai yang diserahkan oleh Yosep Parera dan Eko Suparno terkait pengurusan perkara tersebut yakni sekira 202.000 Dolar Singapura atau setara Rp2,2 miliar. ***