EmitenNews.com - Penanganan kasus korupsi di tubuh PT Waskita Karya (Persero) terus berlanjut. Kejaksaan Agung melalui Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus memeriksa tiga saksi. Mereka diperiksa ihwal perkara tindak pidana korupsi dalam penyimpangan penggunaan fasilitas pembiayaan dari beberapa bank oleh PT Waskita Karya (persero) Tbk. dan PT Waskita Beton Precast Tbk. Nilai kerugian sementara Rp2,5 triliun.

 

Dalam keterangannya kepada pers, Selasa (16/5/2023), Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana menerangkan saksi pertama ialah DGE selaku Corporate Finance Manager PT Waskita Karya (persero) Tbk. Kemudian, OKA selaku Direktur Utama PT Waskita Karya (persero) Tbk. dan Instruktur atau mantan SVP SCM. Terakhir M selaku Treasury Manager PT Waskita Karya (persero). 

 

Ketiga orang saksi diperiksa untuk pengembangan tindak pidana korupsi oleh tersangka Direktur Utama PT Waskita Karya periode Juli 2022 sampai sekarang, Destiawan Soewardjono alias DES. Pemeriksaan saksi ini untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam penyimpangan penggunaan fasilitas pembiayaan dari beberapa bank yang dilakukan oleh PT Waskita Karya dan Waskita Beton Precast.

 

Kejagung mencatat nilai kerugian dari korupsi Waskita Karya bisa lebih dari Rp2,5 triliun. Kerugian yang nampak merupakan dana yang dipalsukan para tersangka.

 

“Perlu kami klarifikasi jumlah yang dipalsukan Rp2,5 triliun. Belum tentu itu merupakan kerugian negara, yang kami sampaikan yang fiktif adalah Rp2,5 triliun,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kuntadi, Selasa, 16 Mei 2023.

 

Uang haram tersebut ada yang digunakan untuk kegiatan manajemen Waskita maupun di luar kegiatan manajemen. Kerugian Rp2,5 triliun tersebut masih bisa berubah, pasalnya perkara ini masih dalam penyidikan umum. Teknis perhitungan kerugian negara menunggu perhitungan dari BPKP. Bisa berkurang, atau kemungkinan lebih dari Rp2,5 triliun. ***