EmitenNews.com - Bupati Hulu Sungai Utara, Abdul Wahid, sudah menghuni Rutan Gedung Merah Putih KPK, sejak kemarin, untuk 20 hari pertama. Setidaknya, dia bakal mendekam di sel tahanan dalam proses awal penanganan kasusnya, hingga 7 Desember 2021. Kamis (18/11/2021), penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkannya sebagai tersangka, dan langsung ditahan, dalam kasus suap dan gratifikasi terkait proyek di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan.


Dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (18/11/2021), Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, Abdul Wahid ditahan agar proses penyidikan dapat berjalan lancar. Tim penyidik, kata pensiunan jenderal polisi bintang tiga itu, melakukan upaya paksa penahanan terhadap tersangka untuk 20 hari pertama.


Sesuai prosedur dalam pandemi Covid-19, sebelum mendekam di sel tahanannya, Abdul Wahid akan menjalani isolasi mandiri selama 14 hari di rutan tersebut. Hal ini sebagai upaya antisipasi penyebaran Covid-19 di lingkungan Rutan KPK.


Penetapan tersangka terhadap Abdul Wahid ini merupakan pengembangan kasus yang telah menjerat Kepala Dinas Pekerjaan Uumum Hulu Sungai Utara, Maliki; Direktur CV Hanamas, Marhaini; dan Direktur CV Kalpataru, Fachriadi. Ketiga tersangka itu diketahui ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar KPK pada 15 September 2021.


Abdul Wahid selaku Bupati Hulu Sungai Utara dua periode menunjuk Maliki sebagai Plt Kepala Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) pada 2019. Maliki diduga memberikan uang kepada Abdul Wahid agar menduduki jabatan tersebut. Uang itu diterima Abdul Wahid melalui ajudannya di rumah Maliki pada sekitar Desember 2018.


Penyidik KPK juga menduga Abdul Wahid menerima suap dari proyek-proyek di Kabupaten HSU. Pada awal 2021, Maliki menemui Abdul Wahid di rumah dinas bupati untuk melaporkan plotting paket pekerjaan lelang pada Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPRP Hulu Sungai Utara tahun 2021.


Dalam dokumen laporan paket plotting pekerjaan tersebut, Maliki telah menyusun sedemikian rupa dan menyebutkan nama-nama dari para kontraktor yang akan dimenangkan dan mengerjakan berbagai proyek tersebut. Abdul Wahid dilaporkan menyetujui paket plotting ini dengan syarat adanya fee dari nilai proyek dengan persentase pembagian fee yaitu 10 persen untuknya dan 5 persen untuk Maliki.


Komitmen fee antara lain diduga diterima Abdul Wahid melalui Maliki berasal dari Marhaini dan Fachriadi sekitar Rp500 juta. Selain melalui perantaraan Maliki, Abdul Wahid juga diduga menerima dari beberapa proyek lainnya, dengan perantaraan beberapa pihak di Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara, yakni Rp4,6 miliar pada tahun 2019, sebesar Rp12 miliar pada 2020 dan Rp1,8 miliar pada 2021.


Tim Penyidik telah mengamankan sejumlah uang dalam bentuk tunai dengan pecahan mata uang rupiah dan juga mata uang asing yang hingga saat ini masih dalam proses penghitungan. Sekarang Abdul Wahid harus mempertanggungjawabkan semua perbuatannya itu. ***