EmitenNews.com -Kontroversi Pasal 9G dan 4B UU BUMN No. 1 Tahun 2025.  Sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN), publik dan Aparat Penegak Hukum (APH) ramai memperdebatkan beberapa pasal penting dalam regulasi ini.

Kritik terutama tertuju pada Pasal 4B yang menyatakan bahwa "keuntungan atau kerugian yang dialami BUMN merupakan keuntungan atau kerugian BUMN", serta Pasal 9G yang menyebut bahwa "anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara". Pasal 87 ayat (5) juga menegaskan bahwa karyawan BUMN bukan penyelenggara negara.

Pertanyaannya, apakah dengan ketentuan ini, APH—terutama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan RI, dan Kepolisian—masih memiliki kewenangan untuk memproses dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) di lingkungan BUMN dan Badan Pengelola (BP) Danantara?

Jawaban Tegas: APH Masih Bisa Bertindak Jika Ada Unsur Tipikor

Berdasarkan pendapat profesional penulis, APH tetap dapat melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tipikor di Pengadilan Tipikor terhadap pihak-pihak di BUMN dan BP Danantara, asalkan memenuhi unsur-unsur hukum yang berlaku, yaitu:

  1. Terjadi persekongkolan jahat dan perbuatan melawan hukum, baik disengaja maupun karena kelalaian;
  2. Ada entitas pelaku yang bertanggung jawab secara fungsional dan hukum;
  3. Terjadi kekurangan atau hilangnya uang, surat berharga, barang, tagihan, dan/atau aset negara;
  4. Kerugian tersebut nyata dan pasti jumlahnya;
  5. Telah dilakukan pemeriksaan investigatif dan penghitungan kerugian keuangan negara oleh BPK RI;
  6. Terdapat hubungan sebab-akibat (kausalitas) antara perbuatan melawan hukum dan kerugian negara.

Jika semua unsur tersebut terpenuhi, maka kerugian keuangan di BUMN tetap masuk dalam delik Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU No. 31/1999 jo UU No. 20/2001 tentang Tipikor, walaupun ada perlindungan hukum dalam Pasal 4B dan 9G UU BUMN.

Memahami Sumber Kekayaan BUMN dan Tanggung Jawabnya

Hal mendasar yang perlu dipahami adalah bahwa ekuitas BUMN dan BP Danantara bersumber dari APBN, dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN). Artinya, secara hakikat, aset dan kekayaan BUMN adalah milik negara, meskipun telah dipisahkan secara hukum.

Karenanya, perbedaan antara kerugian negara dan kerugian keuangan negara menjadi krusial.

Dua Jenis Kerugian:

  1. Kerugian Uncontrollable (Force Majeure): Misalnya, bangunan kilang minyak yang telah dibangun sesuai prosedur dan tanpa fraud, rusak total akibat bencana alam. Ini kerugian nyata, tapi bukan tipikor.
  1. Kerugian Controllable (Bisa Dicegah): Contohnya adalah proses pengadaan barang dan jasa yang mengandung fraud, konflik kepentingan, markup harga, hingga suap. Ini jelas memenuhi unsur tipikor.

Kerugian Keuangan Negara vs Kerugian Negara

Kerugian Keuangan Negara terjadi bila:

  • Negara kehilangan uang, barang, atau aset karena perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pengurus BUMN/Danantara;
  • Ada bukti kuat dari audit investigatif BPK;
  • Jumlah kerugiannya nyata dan pasti.

Kerugian Negara (Loss of Revenue) terjadi ketika:

  • Negara kehilangan potensi penerimaan kas, seperti: Bea masuk tak dibayar karena penyelundupan, PPN dipungut tapi tidak disetor, Eksploitasi SDA tanpa izin, hingga penghindaran pajak melalui laporan keuangan fiktif.

Kewenangan Pemeriksaan Hanya Milik BPK

UU BUMN No. 1 Tahun 2025, khususnya Pasal 3K, dengan tegas menyatakan bahwa pemeriksaan keuangan dan tanggung jawab BUMN dilakukan oleh BPK RI. Hal ini juga ditegaskan dalam UU No. 15 Tahun 2006 tentang BPK. Maka, hanya BPK yang sah dan berwenang menyatakan adanya kerugian keuangan negara di BUMN, dan hasilnya bersifat mengikat bagi APH maupun pengadilan.

Dengan demikian, APH tidak bisa menunjuk lembaga audit lain selain BPK RI untuk menentukan besarnya kerugian keuangan negara.

Kesimpulan dan Rekomendasi