EmitenNews.com - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) segera mempercepat sita eksekusi kasus kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) PT Jatim Jaya Perkasa (JJP) seluas 1.000 hektare (ha) di Rokan Hilir, Provinsi Riau. Ini dilakukan setelah kasus tersebut memiliki kekuatan hukum tetap (Inkracht Van Gewijsde).


PT JJP sendiri telah mendapatkan mendapat penolakan peninjauan kembali (PK) oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung pada 19 Oktober 2020 dengan putusan No. 728 PK/PDT/2020 atas banding vonis ganti rugi materiil Rp491.025.500.000 oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 10 Maret 2017 lalu.


”Kami telah memerintahkan kepada Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup untuk melakukan percepatan pelaksanaan eksekusi berkoordinasi dengan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan instansi terkait lainnya antara lain Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk mendapatkan data dukung aset yang akan dilakukan sita eksekusi, hingga PT JJP memenuhi semua kewajibannya dalam memenuhi putusan pengadilan yang telah inkracht, termasuk mengambil langkah-langkah untuk percepatan sita eksekusi,” kata Direktur Jenderal Penegakkan Hukum KLHK (Dirjen Gakkum LHK), Rasio Sani, dalam keterangannya di Jakarta pada Selasa (16/1/2024).


Menurut Dirjen Rasio, pada 10 Maret 2017 Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta telah memutus perkara No. 727/PDT/2016/PT/PT.DKI. dengan amar putusan:


1). Menghukum PT JJP untuk membayar ganti rugi materiil sejumlah Rp491.025.500.000,00 yang terdiri dari ganti rugi materiil Rp119.888.500.000,00, tindakan pemulihan lingkungan sebesar Rp371.137.000.000,00.;


2) Membayar uang paksa (dwangsom) sejumlah Rp25.000.000,00 per hari atas keterlambatan dalam melaksanakan tindakan pemulihan lingkungan.


Sementara, KLHK juga telah melakukan langkah-langkah eksekusi setelah Putusan Mahkamah Agung tersebut, yakni:


Pertama, Pengajuan permohonan surat keterangan berkekuatan hukum tetap kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang kemudian telah ditindaklanjuti dengan Surat Nomor: W10-U4/8915/HK.02/10/2021 pada 26 Oktober 2021.


Kedua, Pengajuan permohonan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan menghadiri pelaksanaan pemberian tegoran (aanmaning) oleh Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara pertama pada 27 April 2022 sampai 14 September 2022.


“Namun PT JJP tidak pernah hadir meskipun telah dipanggil secara patut, bahkan pada tanggal 1 September 2022 PT JJP mengajukan upaya hukum PK yang kedua ke Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara,” ungkapnya.


Ketiga, Pada 22 Oktober 2022 KLHK mengajukan permohonan sita eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara.


Menurut Dirjen Rasio, ketidakhadiran PT JJP dalam pemberian tegoran (aanmaning) oleh Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan pengajuan permohonan PK yang kedua oleh PT JJP kepada Mahkamah Agung menunjukkan perusahaan itu tidak mempunyai komitmen untuk melaksanakan isi putusan pengadilan yang telah inkracht secara sukarela.


PT JPP dinilai cenderung melakukan perlawanan-perlawanan hukum karena tidak terus menghindar eksekusi vonis tersebut.


”Komitmen dan kosistensi KLHK untuk penegakan hukum termasuk melalui gugatan perdata, sangat jelas. Kami tidak akan berhenti melawan kejahatan lingkungan dengan semua instrumen yang ada baik administratif, perdata maupun pidana. Semua putusan perdata yang berkeputusan tetap akan kami eksekusi, agar kerugian lingkungan dapat dipulihkan,” tegas Rasio Sani.


Sementara itu, Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Jasmin Ragil Utomo sekaligus Kuasa Hukum Menteri LHK mengatakan.


”Dari 19 kasus perkara perdata lingkungan hidup yang telah inkracht, delapan kasus telah menyetor ke kas negara melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sejumlah Rp351.973.592.810,00”. Saat ini 11 perkara yang sudah inkracht sedang dalam proses eksekusi,” pungkas Jasmin Ragil.(*)