EmitenNews.com—Setelah bergerak melandai pada kuartal I-2023 lalu, komoditas energi di kuartal II-2023 diproyeksikan akan bergerak cenderung menguat. Adapun beberapa peristiwa menarik yang mempengaruhi pergerakan harga komoditas energi pada kuartal I-2023 antara lain mulai dari suhu di AS dan sebagian besar negara Eropa yang di luar dugaan jauh lebih hangat pada awal tahun, penerapan embargo produk turunan minyak Rusia (5/2) yang “gagal” membuat pasokan Rusia terganggu, hingga kepanikan di sektor perbankan global pasca kejatuhan beberapa bank terbesar dunia. 

 

Tim Research & Development ICDX, Girta Yoga menjelaskan untuk kuartal II-2023, pasar akan fokus pada implementasi dari komitmen pemangkasan produksi OPEC+ sebesar 3,66 juta bph atau setara 3,7% dari total pasokan global, terdiri atas kuota utama 2 juta bph ditambah kuota sukarela 1,66 juta bph yang telah disetujui pada 2 April kemarin dan akan mulai berlaku pada Mei mendatang hingga akhir tahun. Selain itu sentimen lainnya adalah pengesahan UU pembatasan emisi batubara dan minyak (30/3) oleh Australia, yang mewajibkan tambang batubara dan kilang minyak mengekang emisi sekitar 5% per tahun mulai 1 Juli 2023 hingga 2030. 

 

Lebih lanjut, Yoga juga mengatakan konflik Ukraina dan Rusia yang masih belum usai, komitmen pengurangan emisi global, dan yang tidak kalah penting adalah realisasi dari persetujuan presiden Biden untuk project willow, yakni proyek pengeboran minyak besar-besaran di Alaska juga turut akan mempengaruhi pergerakan harga komoditas energi di kuartal II-2023 ini. 

 

Sementara itu untuk komoditas emas Research & Development ICDX, Revandra Aritama mengatakan di kuartal II-2023 sejumlah sentimen penggerak harga emas adalah pengaruh krisis perbankan dunia terhadap kondisi ekonomi, kebijakan The Fed menyusul kondisi ekonomi saat ini, kondisi inflasi AS. Revan memproyeksikan range harga emas akan berada di sekitar USD1850-2050 per oz. 

 

Di kuartal II-2023 ini, Bursa Komoditi ICDX juga memproyeksikan pertumbuhan menarik untuk komoditi syariah yang merupakan pasar terbaru milik ICDX. Komoditi syariah atau yang dikenal sebagai komoditi murabahah di luar negeri adalah transaksi pembelian komoditi antara dua belah pihak (pembeli dan penjual) dengan harga tangguh, untuk selanjutnya oleh pembeli dijual kembali ke pembeli yang lain (pihak ketiga) secara tunai. Perdagangan komoditi berdasarkan prinsip syariah atau komoditi syariah merupakan sebuah inovasi produk yang telah dikembangkan sejak tahun 2011 sebagai instrumen manajemen likuiditas dan pembiayaan bagi lembaga keuangan syariah khususnya perbankan syariah. 

 

“Sejak diselenggarakannya perdagangan komoditi berdasarkan prinsip syariah di Bursa Komoditi ICDX pada 2022 lalu hingga saat ini transaksi komoditi syariah pada perbankan syariah sudah mencapai Rp1,010 milyar. Jika kita bandingkan dengan negara lain seperti Malaysia, nilai transaksi komoditi syariah di Indonesia masih terbilang cukup kecil, namun masih terdapat ruang yang cukup luas bagi Indonesia untuk meningkatkan nilai transaksi perdagangan komoditi syariah,” kata Head of Strategic Development ICDX, Zulfal Faradis. 

 

Jika dibandingkan dengan Malaysia, nilai pembiayaan dengan menggunakan akad komoditi murabahah pada perbankan syariah di Malaysia pada tahun 2021 telah mencapai Rp1.088,2 triliun. Artinya masih terdapat peluang bagi Indonesia untuk dapat memimpin Pasar Komoditi Murabahah di pasar global sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Dengan demikian diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk mempercepat peningkatan pangsa pasar perbankan syariah di Indonesia, yang mana berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Desember 2022 lalu pangsa pasar perbankan syariah di Indonesia sebesar 7,09%. 

 

“Saat ini lembaga keuangan syariah yang telah menjadi anggota Pasar Murabahah Komoditi Syariah ICDX adalah CIMB Niaga Syariah, CIMB Niaga Auto Finance, Bank Syariah Indonesia, dan Maybank Indonesia,” tutup Zulfal.