EmitenNews.com - Bank OCBC NISP (NISP) menggugat sita jaminan atas harta milik para tergugat termasuk Bos Gudang Garama (GGRM) Susilo Wonowidjojo. Penyitaan itu, penting untuk ganti rugi atas kredit macet PT Hair Star Indonesia (HSI) senilai Rp232 miliar. Kredit macet itu, belum terbayarkan sejak Juni 2021.


Dalam materi kesimpulan penggugat, Bank OCBC NISP, disampaikan ke Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sidoarjo pada 16 Agustus 2023, disebutkan para tergugat, dan turut tergugat terbukti secara sah, bersama-sama, langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan PT HSI untuk kepentingan pribadi, mengakibatkan kerugian terhadap penggugat, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 97 dan Pasal 114 Undang-Undang No.40/2007 tentang Perseroan Terbatas.


Kuasa Hukum Bank OCBC NISP Hasbi Setiawan mengatakan dalam gugatan diajukan, meminta ganti rugi secara materill USD16,5 juta atau Rp232 miliar, dan immateril Rp1 triliun dari harta pribadi para tergugat atas kredit macet tersebut. Tuntuan dari gugatan itu, harta pribadi para tergugat secara tanggung renteng.


”Kerugian materiil berdasar utang atau kredit macet PT HSI sebesar USD16,5 juta, sedang kerugian immaterial Rp1 triliun terdiri dari kerugiaan atas manfaat, dan keuntungan yang kemungkinan akan diterima Bank OCBC NISP dikemudian hari serta meningkatnya nilai Non Performing Loan (NPL) dari bank yang mengakibatkan kredibilitas bank pada Bl Rating menurun,” tutur Hasbi, Senin (21/8).


Materi kesimpulan itu, menjelaskan secara gamblang tindakan para tergugat telah memenuhi beberapa unsur. Pertama, unsur perbuatan melawan hukum. Ini sesuai Pasal 1365 KUHPerdata, bahwa ”Tiap perbuatan melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.”


Para tergugat, dan turut tergugat melaksanakan perjanjian kredit dengan itikad tidak baik dan tidak sesuai kepatutan, kebiasaan atau undang-undang, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 1338 dan Pasal 1339 KUHPerdata. “Mereka mengetahui atau dapat memperkirakan PT HSI tidak dapat melunasi utang kepada Bank OCBC NISP, tetapi para tergugat, dan turut tergugat 1 tetap melakukan peralihan saham atau perubahan direksi, dan komisaris (organ perseroan) tanpa adanya persetujuan dari Bank OCBC NISP, meski ada larangan melakukan peralihan atas saham maupun perubahan organ PT HSI (negative covenant) dalam Perjanjian Kredit yang telah disepakati,” ujar Hasbi.


Kedua, ada unsur kesalahan atau schuld dengan tidak memberitahukan dan meminta persetujuan akan adanya peralihan pemegang saham dan perubahan susunan organ perseroan (PT HSI) sebagaimana yang telah ditetapkan dalam perjanjian kredit. Para tergugat mengetahui dan dapat memperkirakan bahwa PT HSI tidak dapat membayar utang. 


Ketiga, ada unsur kerugian akibat ada peralihan hak atas saham, dan perubahan susunan organ perseroan (PT HSI) mengakibatkan PT HSI pailit sehingga tidak dapat melunasi utang ke Bank OCBC NISP. Keempat, ada unsur hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum dan kerugian yang ada. Pada 17 Mei 2021, dilakukan pemindahan hak atas saham PT HSI yang dimiliki PT Hari Mahardika Usaha (HMU) kepada Hadi Kristanto Niti Santoso, dan pengunduran diri Daniel Widjaja sebagai Komisaris Utama PT HSI. 


Adapun PT HMU adalah perusahaan yang 99,99 persen saham dimiliki Susilo Wonowidjojo. Lalu, pada 25 Mei 2021, Lianawati Setyo (adik dari Meylinda Setyo) mengundurkan diri sebagai Wakil Direktur Utama PT HSI. Di mana, saat kredit diajukan PT HSI ke Bank OCBC NISP pada Oktober 2015, Meylinda Setyo (istrinya Susilo Wonowidjojo) bertindak sebagai Presiden Komisaris karena kepemilikan 50 persen sahamnya di PT HSI, dan Lianawati Setyo sebagai Wakil Presiden Direktur. 


Saham Meylinda Setyo pun akhirnya beralih kepada PT HMU sejak 15 November 2016. Pada 14 Juni 2021, PT HSI diajukan permohonan PKPU oleh CV. Duta Prima dengan tagihan Rp340,25 juta. Nilai tersebut jauh lebih kecil dibanding total tagihan Bank OCBC NISP USD16,5 juta atau senilai Rp232 miliar. Menilik laporan keuangannya, PT HSI masih mampu membayar cicilan kepada Bank OCBC NISP USD190.017 per 15 Juni 2021. 


Lalu pada 26 Juni 2021, untuk kali pertama PT HSI lalai melaksanakan kewajiban kepada Bank OCBC NISP. Di mana, pada awal Juli 2021, PT HSI baru menginformasikan kepada Bank OCBC NISP telah terjadi perubahan susunan pemegang saham, direksi, dan komisaris. Selanjutnya, pada 12 Juli 2021, PT HSI dinyatakan dalam keadaan PKPU sementara, dan pada 27 September 2021 PT HSI dinyatakan dalam keadaan pailit.


”Terbukti tindakan para tergugat dalam melakukan peralihan hak atas saham, dan perubahan susunan organ perseroan PT HSI, menyebabkan suatu rangkaian peristiwa, yang merupakan itikad buruk dari para tergugat dan turut tergugat I untuk menghindari pembayaran utang PT HSI kepada Bank OCBC NISP, bahkan PT HSI sampai dinyatakan dalam keadaan Pailit,” tegas Hasbi.


Pihak-pihak yang digugat Bank OCBC NISP yaitu Susilo Wonowidjojo (tergugat 1), PT Hari Mahardika Usaha (PT HMU) (tergugat 2), PT Surya Multi Flora (tergugat 3), Hadi Kristanto Niti Santoso (tergugat 4), Dra Linda Nitisantoso (tergugat 5), Lianawati Setyo (tergugat 6), Norman Sartono M.A (tergugat 7), Heroik Jakub (tergugat 8), Tjandra Hartono (tergugat 9), Daniel Widjaja (tergugat 10) dan Sundoro Niti Santoso (tergugat 11) serta PT. Hair Star Indonesia (PT. HSI) (turut tergugat 1), Ida Mustika S.H (turut tergugat 2).  


Sebelumnya, dari materi Duplik Tergugat 1, 2, 6, dan 10 yang masuk ke Pengadilan Negeri Sidoarjo pada 24 Mei 2023, para tergugat menyatakan gugatan Bank OCBC NISP termasuk kategori wanprestasi. Pasalnya, gugatan berkaitan dengan pelanggaran atas isi perjanjian kredit PT HSI yang dilakukan para tergugat, dan turut tergugat 1, sehingga dalam pokok perkara, pihaknya menolak gugatan yang diajukan penggugat.


Tergugat 3, PT Surya Multi Flora, pemegang 50 persen saham PT HSI. Dalam jawabannya menuliskan kerugian materiil dan immaterial yang diterima penggugat tidak berlandaskan fakta, sehingga tergugat 3 hanya pemegang saham turut tergugat 1 (PT HSI) juga ikut memikul kerugian dengan adanya putusan pailit yang menimpa PT HSI. Penggugat tidak dapat meminta uang paksa kepada tergugat 3 atau para tergugat. (*)