EmitenNews.com—PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS) seperti diketahui kemarin kembali melakukan Penandatangan Perjanjian Kredit Sindikasi bersama Bank Pembangunan Daerah Papua dan juga  Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan dan Bangka Belitung, hal tersebut guna melakukan pembelian kembali obligasi globalnya kepada para investor.

 

Dari aksi Korporasi tersebut, investor harus jeli melihat peluang pergerakan saham SSMS. Menanggapi hal tersebut Analis Phillip Sekuritas Edo Ardiansyah mengatakan kami melihat pergerakan SSMS masih bergerak di area uptrend dengan indikator stochastic membentuk pola golden cross, diikuti signal MACD yang masih berada di areal positif. sehingga berpotensi masih bisa melanjutkan penguatan menuju level resisten di 1580-1610. Namun waspadai jika pergerakan tidak mampu menguat dengan menembus area support level di 1480 dan kembali ke bawah ke level 1420.


David Sutyanto dari Ekuator Swarna Sekuritas mengatakan prospek emiten sawit sepertinya masih cukup baik, meskipun ada proyeksi bahwa harga cpo di 2023 diproyeksikan akan mengalami pelemahan. Maka itu untuk SSMS valuasinya masih cukup rendah dengan PE 7x dan PBV 2,1x saya pikir masih dalam harga yang wajar.

 

Sebagai informasi, harga kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) ditaksir akan berada di kisaran 3.500 ringgit hingga 5.500 ringgit per ton pada tahun depan. Hal ini karena berbagai sentimen seperti kebijakan Uni Eropa yang berencana menghentikan perusahaan menjual komoditas terkait deforestasi  ke pasarnya dan juga kebijakan pemerintah Indonesia dengan biodeselnya.

 

Hal ini tentunya akan membuat perusahaan sawit di Indonesia bakal lebih sumringah menatap tahun depan dengan harga yang lebih menguntungkan. Dengan dorongan sentimen ini tentunya saham-saham perusahaan sawit yang tercatat di Bursa Efek Indonesia akan ketiban berkah jua.

 

Bayangkan saja, salah satu emiten sawit yang berbasis di Kalimantan, PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS) sepanjang tahun ini harga sahamnya di bursa telah menguat 54,77 persen atau 545 poin dari harga Rp995 per lembar di awal tahun 2022 menjadi Rp1.540 per lembar saham hingga penutupan 21 Desember 2022.

 

Performa SSMS terbilang stabil, jika melihat dalam rentang waktu yang lebih jauh saat pandemi dalam puncaknya di tahun 2020. Saham SSMS hanya turun ke level terendah di 700 per lembar saham, lalu berhasil rebound secara continue hingga menyentuh harga saat ini sebagai harga tertinggi sepanjang 5 tahun.

 

VP, Corporate Secretary SSMS Swasti menyatakan, SSMS sendiri cukup percaya diri dalam mengarungi bisnisnya, perseroan mencatat produksi TBS terus bertumbuh karena rata-rata tanaman miliknya masih dalam usia produktif. Sawit Sumbermas Sarana  (SSMS) targetkan pertumbuhan rata-rata produksi tandan buah segar (TBS) di sepanjang 2022 tumbuh di kisaran 10% hingga 15%. Adapun di 2023, manajemen SSMS menargetkan kurang lebih pertumbuhan produksi TBS akan sama seperti tahun ini.

 

Perseroan saat ini terbilang masih fokus memasok sawitnya ke entitas usahanya sendiri yaitu PT Citra Borneo Utama Tbk (CBUT) sebagai bentuk hilirisasi dengan skema TBS yang diolah oleh SSMS menjadi CPO lalu diproduksi menjadi produk turunan CPO.