EmitenNews.com - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan, APBN Tahun 2022 menjadi shock absorber telah bekerja keras. Konsekuensinya jumlah subsidi dan kompensasi energi di APBN 2022 meningkat tiga kali lipat, yaitu dari awalnya Rp152,5 triliun menjadi Rp502,4 triliun.


Jika dibandingkan dengan subsidi dan kompensasi tiga tahun sebelumnya, yakni Rp144,4 triliun pada 2019, Rp199,9 triliun pada 2020, dan Rp188,3 triliun tahun 2021, maka kenaikan jumlah subsidi dan kompensasi tahun 2022 sangat besar.


“Jadi kalau tahun ini subsidi kompensasi adalah Rp502,4 triliun, bahkan kemungkinan akan melonjak di atas Rp690 triliun. Ini adalah kenaikan yang sungguh sangat dramatis,” ungkap Menkeu pada Rapat Kerja Badan Anggaran DPR dengan Pemerintah di Jakarta, Selasa (30/08).


Menkeu mengungkapkan, lebih dari tiga kali lipat dari subsidi dan kompensasi yang dialokasikan ini adalah untuk menahan agar daya beli masyarakat terus terjaga. Namun, dengan harga minyak mentah dan ICP yang masih dalam tren meningkat dan seiring pemulihan aktivitas ekonomi serta meningkatnya mobilitas, kuota BBM bersubsidi yakni Solar dan Pertalite diperkirakan akan habis pada Oktober 2022.


"Artinya, Rp502 triliun yang dialokasikan untuk subsidi dan kompensasi energi pasti akan terlewati," sambungnya.


Dengan perkiraan rata-rata ICP dalam delapan bulan selalu diatas USD100 yaitu USD105/barel dan kurs sekitar Rp14.700-14.800, sementara volume subsidi diproyeksikan mencapai 29 juta kilo liter untuk Pertalite dan 17,4 juta kilo liter untuk Solar, maka subsidi dan kompensasi akan mencapai Rp698 triliun.


“Badan Anggaran telah memberikan persetujuan Rp502,4 triliun. Jadi potensi Rp195,6 triliun akan ditagihkan tahun depan. Ini yang akan mempersempit ruangan tahun anggaran 2023,” tandas Menkeu.


Di sisi lain, Menkeu juga mengatakan jika distribusi manfaat subsidi dan kompensasi energi saat ini lebih banyak dinikmati oleh kelompok masyarakat mampu. Ia mengatakan, hanya sebanyak 5% subsidi Solar dan 20% dari subsidi kompensasi Pertalite dinikmati oleh yang berhak.


“Oleh karena itu, Bapak Presiden kemarin menetapkan untuk kita mulai melakukan pengalihan subsidi yang begitu besar sebagian untuk langsung diberikan kepada kelompok yang tidak mampu. Karena sungguh kalau ratusan triliun rupiah hanya 5% dinikmati kelompok tidak mampu dan 20% dinikmati oleh kelompok tidak mampu, maka dampaknya adalah kesenjangan yang makin besar,” pungkas Menkeu.(fj)