EmitenNews.com - Para penyumbang emisi, dan polusi udara, berhati-hatilah. Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengancam akan menutup pabrik bandel penyumbang pencemaran udara itu. Seberapa serius pemerintah memberikan sanksi tegas itu, masih harus kita tunggu. Ada kekhawatiran pemerintah hanya gertak sambal, dan tak berani menindak tegas mereka.

 

Dalam keterangannya kepada pers, seperti dikutip Sabtu (19/8/2023), Climate Impact dari Yayasan Indonesia Cerah, Diya Farida mengungkapkan, jangan sampai ancaman Luhut itu hanya sebatas 'gertak sambal' semata. Sanksi baru bisa terlihat efektivitasnya jika betul-betul dijalankan dengan konsisten dan tanpa tebang pilih. Jika tidak, hanya akan menjadi gertak sambal.

 

Diya Farida menyodorkan bukti betapa aturan yang ada tidak ditegaknya. Ia mencontohkan aturan mengenai pengendalian polusi udara di Jabodetabek yang tidak berjalan efektif adalah uji emisi. Aturan itu sudah ada jauh sebelum isu polusi udara Jabodetabek ramai diperbincangkan. 

 

Karena itu, sebagus apa pun aturan hukum yang ada, jika implementasinya di lapangan, memble, hasilnya nol besar. Intinya, sanksi bagi pelanggar di pabrik dan industri juga perlu dijalankan secara konsisten. Jangan sampai hanya menjadi ajang seremonial di saat isu tersebut ramai diperbincangkan, seperti saat ini. Sudah sepantasnya pabrik yang melanggar aturan emisi mendapat sanksi tegas. 

 

Selain sektor transportasi dan kendaraan bermotor, pabrik dan industri serta PLTU batu bara adalah sumber polusi di Jabodetabek. 

 

Juru Kampanye Keadilan Perkotaan Greenpeace Indonesia, Charlie Abajalil menilai, permasalahan polusi udara harus diselesaikan dari sumber masalahnya. Solusi jangka panjang dan kebijakan yang ambisius harus diambil jika tak ingin masalah ini berulang. 

 

Untuk itu, pemerintah diminta harus melakukan inventarisasi emisi secara berkala, selain perketat standar pencemaran udara mengikuti ambang batas WHO, serta merancang sistem peringatan dini jika kualitas udara tercemar. Dengan begitu, dampak polusi udara dapat ditekan dan warga bisa mendapatkan hak untuk menghirup udara bersih. 

 

Menurut Charlie Abajalil, kebijakan pemberian subsidi kendaraan listrik adalah solusi palsu. Subsidi tersebut, kata dia, sebaiknya digunakan untuk memperbanyak transportasi umum massal berbasis listrik, bukan kendaraan pribadi. Terlebih lagi sumber listriknya masih berasal dari energi fosil, batu bara." ***