EmitenNews.com - Kementerian Keuangan harus membayar utang negara ke perusahaan HM. Jusuf Hamka yang disebut sudah mencapai Rp800 miliar. Menko Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud Md, selaku koordinator Satgas BLBI, sudah memutuskan bahwa utang wajib dibayar. Jika tidak, bunganya bertambah terus.

 

"Saya sudah katakan Kemekenkeu wajib membayar. Jumlahnya dibicarakan lagi dan tentu namanya dibicarakan kedua pihak bisa mengajukan usul," ujar Mahfud MD, di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, pada Kamis (14/12/2023). 

 

Sehari sebelumnya, Jusuf Hamka menghadiri mediasi dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan di Kantor Kemenko Polhukam.

 

Mahfud mengatakan pihaknya sudah memutuskan bahwa utang wajib dibayar. Karena jika, utang tidak dibayar bunganya bertambah terus. "Sesuai keputusan pengadilan dan negara dirugikan, kalau negara dirugikan secara sengaja itu artinya tersendiri secara hukum." 

 

Seperti ramai diberitakan Jusuf Hamka menagih utang ke pemerintah berhubungan dengan deposito perusahaannya yakni PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP), di Bank Yakin Makmur atau Bank Yama sebesar Rp78 miliar. Jusuf Hamka menyatakan bahwa utang tersebut belum dibayar oleh pemerintah sejak likuidasi yang terjadi pada krisis moneter tahun 1998.

 

Pada masa krisis keuangan tahun 1997-1998, sektor perbankan mengalami kesulitan likuiditas yang menyebabkan beberapa bank bangkrut. Pemerintah mengeluarkan program Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang bertujuan membantu bank-bank tersebut agar dapat membayar kepada para nasabah deposito.

 

Saat itu, CMNP memiliki deposito di Bank Yakin Makmur (Bank Yama). Namun setelah 25 tahun berlalu, perusahaan tersebut tidak kunjung menerima ganti rugi atas depositonya. Pemerintah berdalih CMNP terafiliasi dengan pemilik Bank Yama, yakni Siti Hardijanti Hastuti Soeharto atau Tutut Soeharto.

 

Juru Bicara Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Yustinus Prastowo lewat akun @prastow, Kamis, 14 Juni 2023. sempat menjelaskan mengenai ramainya bos jalan tol Jusuf Hamka yang menagih utang ke pemerintah. 

“Kami maklum banyak yang masih bingung dengan fakta, kepemilikan perusahaan bisa berganti. Hubungan individu dengan perusahaan juga bisa berubah. Nama Jusuf Hamka menjadi sentral, padahal seharusnya Ibu SHR (Siti Hardijanti Hastuti Soeharto / Tutut Soeharto).”