Menko Pangan Pastikan tidak ada Rencana Hentikan Ekspor Kelapa

Ilustrasi komoditas kelapa bulat siap ekspor. Dok. Tribunnews.
EmitenNews.com - Tidak ada rencana pemerintah untuk menghentikan ekspor kelapa bulat meski harga di dalam negeri terbilang tinggi. Saat ini harga jual komoditas itu, di tingkat petani cukup tinggi sehingga menguntungkan. Petani sedang mendapatkan hasil terbaik dari komoditas yang laris manis di China itu, sehingga tidak terpikir untuk menyetopnya.
"Enggak ada penghentian ekspor kelapa. Petani lagi untung banyak sekarang. Baguslah untuk petani, ya," kata Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan dalam World of Coffee Jakarta, Kamis (15/5/2025).
Zulhas merekomendasikan agar petani lebih banyak menanam pohon kelapa agar komoditas ini semakin melimpah dan mencukupi kebutuhan dalam negeri serta ekspor. Solusinya, kata dia, tanam yang banyak.
Salah satu penyebab langkanya komoditas kelapa, menurut Menko Zulhas adalah diekspor ke China untuk dijadikan susu. Tingginya permintaan ekspor kelapa dari Indonesia disebabkan oleh perubahan trend mengkonsumsi kopi masyarakat China.
"Kelapa sekarang langka, karena kelapa sama teman-teman dari Tiongkok diolah jadi susu. Jadi di Tiongkok sekarang orang minum kopi bukan pakai susu, tapi pakai santan kelapa. Jadi, kelapa mahal sekarang," ujar Ketua Umum PAN tersebut.
Sementara itu, Menteri Perdagangan Budi Santoso menyebutkan, pengusaha lebih tertarik melakukan ekspor kelapa bulat karena harganya lebih tinggi yang menyebabkan stok kelapa dalam negeri berkurang.
Kementerian Perdagangan sudah melakukan pertemuan dengan pelaku industri kelapa dan para eksportir untuk membahas harga kelapa yang mahal. Dari pertemuan itu, diketahui harga kelapa yang diekspor lebih mahal, sehingga lebih banyak pengusaha yang mengalihkan stoknya untuk dijual ke luar negeri.
"Kan ini mahal, karena di ekspor ya. Harga ekspor memang lebih tinggi daripada harga dalam negeri. Karena semua ekspor, akhirnya jadi langka dalam negeri," kata Budi Santoso, Jakarta, Kamis (15/5/2025).
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Budi Santoso mengusulkan adanya pungutan ekspor (PE) untuk kelapa bulat, sebagai langkah menahan lonjakan harga di pasar. Harga kelapa bulat di pasar tradisional saat ini menyentuh level tertinggi yaitu mencapai Rp15.000-Rp20.000 per butir, padahal harga normalnya biasa hanya dibanderol Rp10.000 per butir.
Rencananya, usulan pengenaan PE ini akan segera dibahas dalam rapat koordinasi lintas kementerian yang digelar dalam waktu dekat.
"Jadi kita usulkan ada PE, ya, pungutan ekspor kita usulkan. Minggu ini rapat, dirapatkan. Mudah-mudahan langsung bisa diputuskan," kata Mendag Budi Santoso, di kantornya, Jakarta, Kamis (8/5/2025).
Tak hanya itu, Budi mengatakan, pemerintah juga sedang mempertimbangkan berbagai langkah lain, salah satunya moratorium atau penghentian ekspor kelapa untuk sementara waktu, sesuai usulan dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
Sebelumnya, Jumat (31/3/2025), Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika menekankan kelangkaan bahan baku kelapa telah mengganggu aktivitas industri dalam negeri dan menyebabkan pengurangan tenaga kerja. Untuk itu, Kemenperin mengusulkan moratorium ekspor selama 3-6 bulan sebagai solusi cepat.
Kemenperin juga mengusulkan skema Pungutan Ekspor (PE) untuk kelapa bulat dan produk turunannya, serta penetapan harga bahan baku yang layak agar industri dan petani bisa sama-sama sejahtera.
"Dana hasil Pungutan Ekspor kelapa dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) yang manfaatnya dikembalikan kepada petani untuk menjaga kesejahteraan petani. Bisa dalam bentuk pelatihan, penguatan usaha tani, serta pengembangan industri pengolahan kelapa rakyat," ujar Putu Juli Ardika. ***
Related News

Pungutan Ekspor CPO Jadi 10 Persen, Sangat Mengejutkan Petani Sawit

Jawara Obligasi Indo Premier Turun Gunung, Luncurkan IPOT Bond

Kepala NFA: Diversifikasi Harus Didorong untuk Jamin Ketahanan Pangan

Pemerintah Tangguk Rp10 Triliun dari Lelang SBSN (14/4)

ULN Swasta Lanjutkan Kontraksi Pertumbuhan 1,2 Persen

Posisi Utang Luar Negeri Indonesia Triwulan I USD430,4 Miliar