EmitenNews.com -  Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Bursa Efek Indonesia (BEI) tengah mengkaji kemungkinan memperpanjang masa pemberlakuan mekanisme perdagangan efek dalam kondisi berfluktuasi signifikan. Langkah ini dipertimbangkan sebagai bagian dari mitigasi risiko terkait dinamika keamanan dan situasi sosial politik terkini.

“Kami kaji dulu apakah perlu diperpanjang (kebijakan mekanisme perdagangan dalam kondisi berfluktuasi),” ujar Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI, Irvan Susandy di Jakarta, Senin (1/9/2025).

Menurutnya, salah satu faktor utama yang menjadi pertimbangan adalah pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Sebagaimana diketahui, OJK dan BEI telah memberlakukan kebijakan mitigasi sejak 19 Maret hingga 19 September 2025. Aturan ini memungkinkan emiten melakukan buyback saham tanpa perlu persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), serta penerapan sejumlah mekanisme khusus di perdagangan bursa.

SK Direksi BEI Nomor Kep-00002/BEI/04-2025 tentang Panduan Penanganan Kelangsungan Perdagangan dalam Kondisi Darurat.

SK Direksi BEI Nomor Kep-00003/BEI/04-2025 terkait Peraturan Nomor II-A tentang Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas.

Aturan ini efektif berlaku sejak 8 April 2025, dengan poin penting sebagai berikut:

Penyesuaian Auto Rejection Bawah (ARB) menjadi 15% untuk saham di Papan Utama, Papan Pengembangan, Papan Ekonomi Baru, ETF, dan DIRE di seluruh rentang harga.

Trading Halt selama 30 menit jika IHSG turun lebih dari 8%, dan kembali dilakukan jika penurunan berlanjut lebih dari 15%.

Trading Suspend diberlakukan bila IHSG jatuh lebih dari 20%, berlaku hingga akhir sesi perdagangan atau lebih dari 1 sesi dengan persetujuan OJK.

Larangan short selling tetap berlaku.

Fasilitas buyback tanpa RUPS diberikan untuk menjaga stabilitas harga saham emiten.

Kebijakan ini sebelumnya diberlakukan sebagai respons terhadap perang dagang global dan gejolak pasar keuangan, dan kini sedang dikaji ulang apakah perlu diperpanjang pasca 19 September 2025.