EmitenNews.com - Pembukaan kembali ekonomi (reopening) China baru-baru ini menjadi angin segar dalam berinvestasi di pasar keuangan, termasuk pada produk reksadana. Investor High Net-Worth Individual (HNWI) juga dapat memanfaatkan momentum ini untuk mengambil langkah strategi dalam mengatur portofolio investasi reksadana dengan tetap menyesuaikan profil risiko dan tujuan keuangan.

 

Head of Investment Bareksa Christian Halim menjelaskan bahwa pemerintah China memutuskan serangkaian pelonggaran kebijakan setelah melakukan lockdown ketat selama hampir 2 tahun terakhir, sehingga bisa memberikan dorongan bagi perekonomian negara terbesar Asia tersebut.

 

Pelonggaran kebijakan Covid tersebut mulai tercermin pada mobilitas di China. Berdasarkan data dari pemerintah China, selama hari libur perayaan tahun baru Imlek, terjadi lebih dari 300 juta perjalanan. Angka tersebut menyentuh 90% dari level sebelum pandemi. Perjalanan udara meningkat sebesar 80% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2022.

 

Selain itu, dampak pembukaan ekonomi China juga mulai terlihat dari aktivitas manufaktur China yang kembali menunjukkan pertumbuhan berdasarkan data Manufacturing PMI biro statistik lokal yang naik ke level 50,1 pada bulan Januari.

 

“Reopening ekonomi China juga memberikan dampak positif bagi ekonomi global, khususnya pertumbuhan ekonomi global. Walaupun sempat diwarnai oleh meningkatnya kasus Covid-19, masyarakat setempat dan investor global meyakini bahwa pemerintah China masih akan tetap menjaga pelonggaran sebagai upaya untuk mendorong perekonomian negara tirai bambu tersebut yang mengalami perlambatan pada tahun lalu,” ujar Christian.

 

IMF merespon dengan menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global sebesar 0,2% menjadi tumbuh +2,9% YoY pada tahun ini, salah satunya didorong oleh efek reopening ekonomi China.

 

Menanggapi kondisi ini, Chief Investment Officer Jagartha Advisors Erik Argasetya menambahkan bahwa pembukaan kembali ekonomi juga akan berdampak positif pada perekonomian tanah air. Reopening ekonomi China diharapkan akan mendorong permintaan sejumlah komoditas asal Indonesia termasuk logam dasar, batu bara, dan CPO, yang berdampak positif pada kinerja ekspor. Tercatat ekspor nonmigas Indonesia dengan China sepanjang tahun 2022 mencapai USD 63,55 miliar atau berkontribusi terhadap 23,03% total ekspor.

 

“Tentu saja peningkatan permintaan logam dasar bisa mendorong kinerja sektor pertambangan dari Indonesia, mengingat komoditas seperti nikel dan tembaga menjadi andalan ekspor dari Tanah Air,” kata Erik.

 

Di sisi lain, pembukaan kembali ekonomi China akan mempercepat normalisasi rantai pasokan global. Dari sisi permintaan dalam negeri, China juga mengalami perbaikan yang cukup terarah dan kemungkinan pertumbuhan permintaannya akan berjalan eksponensial.