EmitenNews.com -Pada pekan 10-14 April 2023, terdapat perkembangan dari inflasi beberapa negara, dimana inflasi AS, Tiongkok, dan India mengalami penurunan. Selain itu, terdapat pula perkembangan dari kebijakan Bank Sentral di Kanada, Korea Selatan, dan Singapura yang semuanya mempertahankan stance kebijakan seperti sebelumnya. Dari laporan pertumbuhan ekonomi, Inggris pada Feb’23 dilaporkan tumbuh 0,0% (YoY) sementara Singapura tumbuh 0,1% (YoY). 

 

Mengutip dari data riset ekonomi yang terbitkan oleh PT Pemeringkat Efek Indonesia (PEFINDO) yang dikutip, Rabu (26/4/2023). Dari dalam negeri, berbagai sentimen positif terus terjadi di perekonomian domestik, dimana cadangan devisa terus meningkat dan utang luar negeri Indonesia terus menurun. Berbagai leading indicators menunjukkan Indeks Keyakinan Konsumen meningkat dan tetap berada di level optimis, penjualan eceran tumbuh positif, hasil survei kegiatan dunia usaha meningkat dan terindikasi lebih baik di triwulan selanjutnya, serta Prompt Manufacturing Index Q1-2023 berada di fase ekspansif. 

 

Meskipun demikian, OJK melaporkan total dana kelolaan reksadana mengalami penurunan di Maret 2023 seiring dengan adanya aksi jual (redemption) dan sentimen negatif dari kejatuhan bank regional di AS. Kabar baik juga hadir dari Bank Sentral di Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand yang mengeksplorasi potensi konektivitas pembayaran berbasis fast payment. 

 

Dari bursa komoditas, harga minyak brent dan nikel melaju pada tren kenaikan, seiring dengan mendinginnya inflasi AS. Namun, pada komoditas emas, batu bara serta CPO yang ikut terseret akan kekhawatiran pasar mengenai perekonomian global.

 

Perkembangan di pasar saham, baik bursa saham Wall Street, saham Eropa, saham Asia, hingga domestik mencatat kenaikan mingguan yang cukup siginifikan. Kenaikan tersebut di dorong oleh sentimen positif sektor perbankan, serta data inflasi dan tanaga kerja yang melemah. 

 

Dolar AS melanjutkan penurunan setelah data inflasi harga produsen menunjukkan pendinginan, membuat investor menambah taruhan bearish pada suku bunga the Fed. Depresiasi juga terjadi pada mata uang utama Euro dan Poundsterling pada persentase yang agak berbeda untuk keduanya. 

 

Pelemahan mata uang utama global mendorong beberapa mata uang Asia terapresiasi. Korea Selatan melaporkan apresiasi cukup tajam setelah komentar Gubernur Bank Korea, Rhee Chang-yong, tentang suku bunga di mana dia mengatakan masih belum pasti apakah kebijakan saat ini cukup ketat untuk mendorong inflasi turun ke level target. Sebaliknya, yen Jepang justru terdepresiasi cukup tajam. 

 

Di Asia Tenggara, Rupiah Indonesia dan ringgit Malaysia melaporkan apresiasi sementara peso Filipina, baht Thailand, dan dolar Singapura terdepresiasi. Aliran masuk modal asing, dikombinasikan dengan surplus pada transaksi berjalan, mendukung apresisiasi rupiah. Selain itu, perlambatan tingkat inflasi baru-baru ini memperlebar selisih tingkat bunga riil domestik dengan di pasar AS. 

 

Yield U.S. treasury naik cukup tinggi untuk tenor 2 tahun dan 10 tahun setelah pasar mencerna kemungkinan kenaikan suku bunga satu kali sebelum menahannya tetap tidak berubah untuk beberapa waktu. Kenaikan yield juga terjadi di Zona Euro dan Inggris. Di Zona Euro, kenaikan terjadi setelah beberapa pejabat ECB membuka peluang kenaikan suku bunga 50 basis poin (bps) pada Mei. Sementara itu, yield 10 tahun di Asia bergerak relatif datar.