EmitenNews.com - Pemerintah memutuskan mendaftarkan kebaya melalui jalur single nomination. Demikian langkah yang diambil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno, menyikapi rencana usulan kebaya sebagai salah satu warisan tak benda UNESCO oleh Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Thailand. Menparekraf menegaskan kebaya adalah budaya luhur milik bangsa Indonesia.


Dosen Prodi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, Moordiati berpendapat keputusan pemerintah untuk mendaftarkan kebaya melalui jalur single nomination itu, tepat. Tetapi, pemerintah perlu menjelaskan kembali bagaimana patron kebaya Indonesia untuk meluruskan kontroversi yang ditimbulkan oleh rencana empat negara sesama anggota ASEAN tersebut.


Dalam laman Unair, Sabtu (3/12/2022), Moordiati mengemukakan, tulisan Anthony Reid yang berjudul Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga 1450-1680, sebenarnya masyarakat Asia Tenggara itu sama, tidak punya kekhususan ataupun keunikan dalam cara berpakaian. Ketika Barat masuk, mereka hidup bersama dan berpakaian ala Barat. Kemudian, ada itikad baik dari masyarakat Indonesia untuk memakai pakaian yang mencerminkan locality. "Dari sanalah, masyarakat Indonesia menampilkan pakaian-pakaian khasnya."


Moordiati menuturkan, negara-negara di Asia Tenggara memang mengenal dan memiliki kebaya. Tetapi, kebaya Indonesia dengan di Asia Tenggara lainnya jelas memiliki karakteristik berbeda. Kebaya menurut pandangan masyarakat Indonesia adalah kebaya yang dipakai ketika rezim pemerintahan Soeharto.


Tidak ada representasi atau identifikasi keislaman yang bertujuan untuk menutup aurat, seperti kebaya orang muslim di Malaysia dan Brunei Darussalam. Kegaduhan ini, kata Moordiati, harus diluruskan dengan cara menjelaskan secara jelas patron yang disebut kebaya itu seperti apa. Untuk itu, jangan digeneralisir, karena Indonesia juga mengenal kebaya encim China yang ada di kawasan Malaysia dan Singapura.


"Jadi, kebaya yang made in Indonesia itu seperti apa, yaitu ada kuduk baru, tidak ada leher shanghai. Pelengkap dari kebaya itu apa, panjangnya berapa. Ini yang harus dijelaskan ketika mengusulkan sebagai warisan UNESCO," katanya.


Satu hal, kebaya sudah diklaim dalam Kongres Wanita Indonesia 1964. Dalam proses sejarahnya kebaya sudah diklaim oleh bangsa Indonesia pada masa pemerintahan presiden Soekarno dalam Kongres Wanita Indonesia pada tahun 1964. Dalam kongres tersebut, Bung Karno mengatakan, kebaya merupakan busana nasional Indonesia, tanpa embel-embel pelengkap apapun. Catatan sejarah ini juga perlu Indonesia sampaikan kembali ketika proses pengusulan ke UNESCO. ***