EmitenNews.com - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan adanya arahan Presiden Joko Widodo untuk memperbaiki kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE). Selain jenis sektor yang diwajibkan, juga akan dilakukan review terhadap jumlah devisa dan jangka waktu penyimpanan DHE di dalam negeri.


“Dengan demikian kita akan lakukan revisi, sehingga tentu kita berharap bahwa peningkatan ekspor dan surplus neraca perdagangan akan sejalan dengan peningkatan cadangan devisa,” ujarnya seperti dilansir di laman Kementerian.


Airlangga menyebutkan hingga akhir 2022 lalu nilai ekspor Indonesia mencapai USD299,57 miliar atau tumbuh 29,40% (yoy). Dari sisi impornya juga mengalami pertumbuhan yang hampir setara yakni 25,37% (yoy) atau sebesar USD245,98 miliar.


Kinerja ekspor dalam perdagangan internasional Indonesia pada tahun 2023 diproyeksikan akan tumbuh sebesar 12,8% (yoy) dan impor akan tumbuh lebih tinggi yakni sebesar 14,9% (yoy).


Dipaparkan Menko, meski kondisi perekonomian global diprediksi masih dilanda ketidakpastian pada tahun ini, sejumlah negara diproyeksikan masih akan menikmati pertumbuhan ekonomi yang positif. Ketergantungan pada pasar ekspor yang relatif rendah atau kurang dari 50% menjadikan negara-negara seperti Indonesia, Jepang, Brasil, Tiongkok, dan Amerika Serikat memiliki resiliensi yang tinggi melalui dukungan pasar domestik yang kuat.


Harga komoditas yang tinggi di pasar dunia dalam beberapa tahun terakhir telah mendorong peningkatan nilai ekspor Indonesia. Namun sejak pertengahan 2022 telah mengalami pelambatan dan kemudian menunjukkan penurunan di akhir 2022, termasuk 3 komoditas utama ekspor Indonesia yakni logam, CPO, dan batu bara. Beberapa komoditas utama perdagangan global lainnya seperti gas alam, minyak brent, dan gandum juga memperlihatkan tren penurunan.


Kalau dilihat beberapa negara yang manufakturnya ekspansif yaitu Jepang, Prancis, Meksiko, Indonesia, Brasil, India dan Arab Saudi, menunjukkan sektornya masih kuat. Tetapi hampir beberapa negara besar seperti Italia, Jerman, Korea PMI-nya di bawah 50%.


"Sehingga ini menunjukkan bahwa dunia masih (dalam) ketidakpastian dan kita juga melihat pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan perdagangan yang tahun lalu ekspansinya 3,5%, maka di tahun ini diperkirakan hanya 1%,” paparnya.(fj)