EmitenNews.com - Untuk mempersiapkan penyerapan hasil panen raya, Badan Pangan Nasional (Bapanas) memberlakukan fleksibilitas Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah dan beras mulai 3 April 2024, demi memfasilitasi Perum Bulog dalam menyelenggarakan peningkatan stok beras yang dikelolanya sebagai Cadangan Beras Pemerintah (CBP).


Hal itu disampaikan oleh Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi saat mendampingi Presiden Joko Widodo untuk meninjau penyaluran bantuan pangan beras di Kabupaten Merangin, Jambi pada Rabu (3/4/2024).


“Mulai hari ini sampai 30 Juni mendatang, kita putuskan adanya fleksibilitas HPP bagi Bulog. Ini agar Bulog dapat meningkatkan stok CBP yang berasal dari produksi dalam negeri, jadi tidak hanya bersumber dari importasi saja,” ucap Kepala NFA Arief Prasetyo Adi dalam siaran pers yang diterima InfoPublik pada Rabu (3/4/2024).


Upaya fleksibilitas HPP itu dilakukan agar dapat terus menjaga harga yang baik dan wajar di tingkat produsen serta menimbang rata-rata harga di pasar telah berada di atas HPP gabah dan beras sebagaimana Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Harga Pembelian Pemerintah dan Rafaksi Harga Gabah dan Beras.


Melalui kebijakan berupa Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional Republik Indonesia Nomor 167 Tahun 2024 Tentang Fleksibilitas Harga Pembelian Gabah dan Beras Dalam Rangka Penyelenggaraan Cadangan Beras Pemerintah diharapkan dapat menjadi jaring pengaman bagi produsen gabah dan beras, sehingga harga tidak terlampau turun jauh pada saat panen raya yang sedang akan berlangsung ini.


Fleksibilitas HPP gabah dan beras yang diterapkan bagi Perum Bulog yakni Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani yang sebelumnya Rp 5.000 per kilogram (kg) di fleksibelkan menjadi Rp6.000 per kilogram. Selanjutnya Gabah Kering Giling (GKG) di gudang Perum Bulog yang sebelumnya Rp6.300 per kilogram mengalami fleksibilitas menjadi Rp7.400 per kilogram.

Sementara HPP beras di gudang Perum Bulog dengan derajat sosoh minimal 95 persen, kadar air 14 persen, butir patah maksimal 20 persen, dan butir menir maksimal 2 persen yang sebelumnya Rp9.950 per kilogram di fleksibelkan menjadi Rp11.000 per kilogram.


Kepala Bapanas Arief mengatakan bahwa fleksibilitas harga dilakukan sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo sebagai antisipasi pemerintah dari jatuhnya harga di tingkat petani.


“Tentu dengan adanya fleksibilitas harga bagi Bulog ini akan menjadi safety net bagi para sedulur petani, agar harga dapat terjaga dengan baik. Jika nanti produksi kian meningkat, tentu akan mempengaruhi harga,” ucap Arief.


Ia menggarisbawahi pesan Presiden agar saat panen raya harga di tingkat petani tidak boleh jatuh terlalu dalam. "Sehingga pemerintah hadir memastikan itu bersama Perum Bulog yang telah kita tugaskan untuk menyerap produksi dalam negeri sebagai stok CBP," imbuhnya.


Sebagaimana Kerangka Sampel Area (KSA) yang disusun oleh Badan Pusat Statistik (BPS) terkait proyeksi panen, potensi di bulan Maret dapat mencapai 1,247 juta hektar atau setara dengan beras sebanyak 3,83 juta ton.


Pada bulan April, estimasinya maksimal sebesar 1,587 juta hektar atau setara beras 4,90 juta ton. Sementara pada bulan Mei nanti potensi luas panen padi sebesar 1,172 juta hektar atau setara beras 3,35 juta ton. Dengan itu, total produksi beras dari bulan Maret hingga bulan Mei dapat mencapai 12,08 juta ton.


Dijelaskan panennya sudah banyak dan cukup besar, sehingga harga GKP yang tadinya sempat di atas Rp8.000 per kilogram, saat ini sudah mulai menurun. "Sekarang tantangan kita adalah bagaimana upaya menjaga harga di tingkat petani, karena sedulur petani kita juga perlu adanya harga pokok produksi ditambah margin yang wajar. Di samping itu, nilai tukar petani terutama tanaman pangan juga harus kita jaga pergerakan indeksnya di tiap bulannya,” ujar Kepala Bapanas.


BPS sendiri dalam laporan terbarunya menyampaikan indeks Nilai Tukar Petani (NTP) secara bulanan pada Maret 2024 yang mengalami penurunan 1,31 persen dibandingkan Februari 2024. NTP di Maret 2024 berada di 119,39 persen. Sementara NTP pada subsektor tanaman pangan (NTPP) Maret 2024 juga mengalami depresiasi 5,01 persen menjadi 114,28 persen.(*)