EmitenNews.com - Provinsi Kalimantan Selatan perlu berbenah. Bukan apa-apa. Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq mengingatkan bahwa sebanyak 13 kabupaten/kota di wilayah yang kini dipimpin Gubernur H. Muhidin dan Wagub Hasnuryadi itu, masih masuk kategori Kota Kotor terkait kriteria penilaian Adipura 2025.

“Beberapa waktu lalu kami sudah meluncurkan penilaian Adipura baru, penilaiannya benar-benar serius sesuai dengan kondisi daerah,” kata Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq saat kunjungan kerja pengendalian Karhutla 2025 di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Kamis (7/8/2025).

Penilaian Adipura 2025 dilaksanakan melalui verifikasi yang memiliki kriteria-kriteria yang tidak hanya mengutamakan simbol kota bersih, tetapi mengedepankan tata kelola sampah yang baik.

“Saya ingatkan Provinsi Kalsel harus serius mengelola sampah, karena hingga saat ini kabupaten/kota di Kalsel nilai standar masih tergolong Kota Kotor,” ungkap Hanif, yang juga putra daerah asal Kalsel itu.

Menteri LH Hanif menekankan pemerintah daerah di Kalsel harus melakukan langkah-langkah tata kelola sampah yang benar. Jika sampah di hulu tidak dikelola dengan baik, maka pemerintah daerah jangan berharap mendapatkan penghargaan Adipura 2025.

Penilaian Adipura baru ini terbilang cukup berat. Pasalnya, karena banyak tantangan yang perlu diselesaikan di daerah.

Namun demikian, Menteri LH Hanif tidak menutup mata jika Pemprov Kalsel membutuhkan bantuan dari KLH, apapun yang dibutuhkan dan jika masih mampu akan dibantu semaksimal mungkin dalam pengelolaan sampah.

“Jangan sampai Provinsi Kalsel tidak ada sama sekali mendapatkan Adipura 2025. Provinsi Kalsel pasti bisa, walaupun Adipura kali ini bukan hanya sekedar simbolis, tetapi benar-benar memperhatikan pengelolaan sampah yang baik,” ujar Hanif.

Berdasarkan ketentuan KLH, Program Adipura baru tidak lagi hanya menjadi simbol kota bersih, melainkan indikator strategis tata kelola persampahan yang modern, adil, dan berkelanjutan.

Dengan begitu, kini, penilaian tidak hanya bersandar pada estetika kota, tetapi pada tiga dimensi mendasar: yakni sistem pengelolaan sampah dan kebersihan (50 persen), anggaran dan kebijakan daerah (20 persen), serta kesiapan SDM dan infrastruktur pendukung (30 persen).

Menteri Hanif menjelaskan, konsep baru ini memberikan penekanan besar pada pengurangan sampah dari sumber, penguatan peran masyarakat, serta penerapan sistem pemilahan dan daur ulang yang lebih progresif. ***